Kamis, 04 April 2013

DEPENDENCY THEORY


Critical Discourse Analysis
DEPENDENCY THEORY

A. Pendahuluan
Percaturan studi komunikasi dewasa ini telah banyak melahirkan berbagai macam teori yang masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri. Ada banyak teori tentang komunikasi. Berdasarkan kurun waktu dan pemahaman atas makna komunikasi, teori komunikasi semakin hari berkembang seiring berkembangnya teknologi informasi yang memakai komunikasi sebagai fokus kajiannya. Teori komunikasi kontemporer yang merupakan perkembangan dari teori komunikasi klasik melihat fenomena komunikasi tidak fragmatis. Artinya, komunikasi dipandang sebagai sesuatu yang kompleks-tidak sesederhana yang dipahami dalam teori komunikasi klasik.
Sumber pendekatan dalam memahami komunikasi pun tidak hanya mengacu pada teori semata, tetapi juga memperhitungkan aliran dan model apa yang dipakai. Aliran yang dipakai antara lain aliran proses dan semiotika. Sedangkan dalam pembangunan Teori ketergantungan dianggap sebagai antitesis teori modernisasi yang menekankan pada aspek keterbelakangan sebagai sebuah pola hubungan ketergantungan. Kedua kubu tersebut mendominasi ‘proyek besar’ pembangunan hingga akhir tahun 1980-an, ketika studi pembangunan mencapai ‘jalan buntu’. Kedua kubu teoritis tersebut dianggap gagal. Di satu sisi, realitas yang ada di negara-negara dunia ketiga sebagai obyek pembangunan tetap ditandai oleh berbagai indikator keterbelakangan, di sisi lain muncul fenomena negara-negara industri baru sebagai kisah sukses.
Dalam makalah ini tidak membahas teori kontemporer yang dianggap sebagai ‘pahlawan revolusioner’, tetapi mengkaji lebih detail tentang salah satu teori komunikasi dan menkritisi sebuah teori yaitu Teori Ketergantungan. yang diutarakan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin Defleur. Tentunya teori ini memiliki kelebihan dan kelemahan jika dibandingkan dengan teori-teori lainnya. Apakah teori ini masih relevan atau justru sudah tidak dapat disentuh sama sekali.
B. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)
Teori Ketergantungan (Dependency Theory) merupakan teori yang dikemukakan pertama kali oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin Defleur. Seperti halnya teori uses and gratifications, pendekatan ini juga menolak asumsi kausal dari awal hipotesis penguatan. Untuk mengatasi kelemahan ini, pencetus teori ini mengambil suatu pendekatan sistem yang lebih jauh. Teori Ketergantungan Media adalah teori tentang komunikasi massa yang menyatakan bahwa semakin seseorang tergantung pada suatu media untuk memenuhi kebutuhannya, maka media tersebut menjadi semakin penting untuk orang itu[1]. Teori ini memperkenalkan model yang menunjukan hubungan integral tak terpisahkan antara pemirsa, media dan sistem sosial yang besar.
Konsisten dengan teori-teori yang menekankan pada pemirsa sebagai penentu media, model ini memperlihatkan bahwa individu bergantung pada media untuk pemenuhan kebutuhan atau untuk mencapai tujuannya, tetapi mereka tidak bergantung pada banyak media dengan porsi yang sama besar.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh teori uses and gratifications, teori ini memprediksikan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal dari media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan serta mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun perlu digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergantungan yang sama terhadap semua media. Lalu apa yang sebenarnya melandasi ketergantungan khalayak terhadap media massa?
Dikemukakannya ada dua jawaban mengenai hal ini. Pertama, khalayak akan menjadi lebih tergantung terhadap media yang telah memenuhi berbagai kebutuhan khalayak bersangkutan dibanding pada media yang menyediakan hanya beberapa kebutuhan saja. Jika misalnya, Anda mengikuti perkembangan persaingan antara Manchester United, Arsenal dan Chelsea secara serius, Anda mungkin akan menjadi tergantung pada tayangan langsung Liga Inggris di TV7, atau bila anda menyukai gosip, anda akan menyaksikan acara infotement, insert, dan orang ini kemungkinan sama sekali tidak peduli berita tentang politik dmetro  maupun TV1. Sumber ketergantungan yang kedua adalah kondisi sosial. Model ini menunjukkan sistem media dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai media, sehingga bukan sumber media massa yang menciptakan ketergantungan, melainkan kondisi sosial. Sebagai contoh, bila negara dalam keadaan tidak stabil, anda akan lebih bergantung/ percaya pada koran untuk mengetahui informasi jumlah korban bentrok fisik antara pihak keamanan dan pengunjuk rasa, sedangkan bila keadaan negara stabil, ketergantungan seseorang akan media bisa turun dan individu akan lebih bergantung pada institusi - institusi negara atau masyarakat untuk informasi. Sebagai contoh di Malaysia dan Singapura dimana penguasa memiliki pengaruh besar atas pendapat rakyatnya, pemberitaan media membosankan karena segala sesuatu tidak bebas untuk digali, dibahas, atau dibesar-besarkan, sehingga masyarakat lebih mempercayai pemerintah sebagai sumber informasi mereka.Sumber pendekatan dalam memahami komunikasi pun tidak hanya mengacu pada teori semata, tetapi juga memperhitungkan aliran dan model apa yang dipakai. Aliran yang dipakai antara lain aliran proses dan semiotika. Untuk mengukur efek yang ditimbulkan media massa terhadap khalayak, ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu riset eksperimen, survey dan riset etnografi[2] .

C. Analisis dan Sebuah Tinjauan Dalam Kajian Teori Ketergantungan
Teori ini menekankan ketergantungan timbal balik antar institusi yang memegang kekuasaan dan integrasi media terhadap timbal balikantar institusi yang memegang kekuasaan dan integasi media terhadap kekuasaan sosial dan otoritas. Dengan demikian isi media cenderung melayani kepentingan pemegang kekuasaan politik dan ekonomi. Namun demikian, meskipun media tidak bisa diharapkan menyuguhkan pandangan kritis atau tinjauan lain, menyangkut masalah kehidupan, media tetap memiliki kecenderungan untuk membantu publik bebas dalam menerima keberadaannya sebagaimana adanya.
Teori ketergantungan memberi kedudukan terhormat kepada media sebagai penggerak Teori ini juga sangat mengunggulkan gagasan yang menyatakan bahwa media menyuguhkan pandangan tentang dunia, semacam pengganti atau lingkungan semu (pseudo-environment) yang disatu pihak merupakan sarana ampuh untuk memanipulasi orang, tetapi di lain pihak merupakan alat bantu bagi kelanjutan ketenangan psikisnya dalam kondisi yang sulit dalam menentukan sebuah pilihan.
Pandangan KlasikMarxisme dikemukan bahwa Media merupakan alat produksi yang disesuaikan dengan tipe umum industri kapitalis beserta faktor produksi dan hubungan produksinya. Media cenderung dimonopoli oleh kelas kapitalis, yang penangannya dilaksanakan baik secara nasional maupun internasional untuk memenuhi kepentingan kelas sosial terseut. Para kapitalis melakukan hal tersebut dengan mengeksploitasi pekerja budaya dan konsumen secara material demi memperoleh keuntungan yang berlebihan. Para kapitalis tersebut bekerja secara ideologis dengan menyebarkan ide dan cara pandang kelas penguasa, yang menolak ide lain yang dianggap berkemungkinan untuk menciptakan perubahan atau mengarah ke terciptanya kesadaran kelas pekerja akan kepentingaannya[3].
Masyarakat dan media merupakan kedua hal yang tidak dapat dipisahkan. Ibaratkan dua sisi koin yang berbeda tetapi satu.  Dalam berbagai persepsi yang berbeda-beda akan tetapi makna dari kedua sisi tersebut tetap satu dan sulit untuk dipisahkan, bahkan bisa dikatakan sebagai hal yang mustahil. Ada beberapa dari mereka yang mengatakan dan memahami bahwa masyarakatlah yang membentuk media dan ada juga dari mereka yang beranggapan berbeda bahwa medialah yang mengontrol masyarakat. Kedua pemahaman tersebut memanglah cukup berbeda, akan tetapi maknanya tetap sama yakni masyarakat dan media adalah kedua hal yang berbeda tapi tidak dapat terpisahkan, yang sama halnya seperti dua sisi koin.
Berangkat dari hal tersebut pendekatkannya kepada teori ketergantungan  dan teori uses and gratification yang dikemukakan oleh para ahli. Teori pertama digunakan untuk pahami lebih jelas menyangkut ketergantungan masyarakat dan media tersebut adalah teori ketergantungan. Didalam karya-karya yang banyak ditulis oleh beberapa ahli, yang mengemukakan Teori ketergantungan adalah teori yang menekankan ketergantungan timbal-balik antara intitusi yang memegang kekuasaan dan integrasi media terhadap sumber kekuasaan sosial dan otoritas. Dengan demikian isi media cenderung melayani kepentingan pemegang kekuasaan politik dan ekonomi. Namun media tetap memiliki kecendrungan untuk publik bebas dalam menerima keberadaannya sebagaimana adanya. Yang artinya dalam pemahaman saya menyangkut teori ini adalah, mereka para kelompok masyarakat elit yang mempunyai kekuasaan dapat mengintervensi media-media untuk menyuguhkan berita-berita yang baik untuk mereka kepada masyarakat. Dan bahkan bisa memutar balikan fakta terkait persoalan mereka di ranah publik atau mencoba untuk mengalihkan isu terkait rezimnya agar publik seakan lupa dengan persoalan tersebut. Dan kiranya realitas dari teori ini banyak terjadi dan ditemukan di bangsa ini.
Melaui teori ketergantungan tersebut diatas, kiranya dapat dihubungkan dengan kasus yang cukup relevan dengan teori tersebut. Contoh kasus yang dapat diambil adalah yang terjadi pada salah satu mantan anggota polri yang terkenal lewat video clipsing nya di dunia maya. Norman Kamaru yang pada saat itu merupakan anggota Korps Brimob Polri daerah Gorontalo, bergoyang dan menyanyikan lagu india dengan masih menggunakan baju dinasnya yang kemudian tersebar kedunia maya. Karena respon masyarakat terhadap video Norman tersebut sangat positif dan membuat berbagai kalangan masyarakat sangat mengaguminya, membuat intitusi polri pun bergerak cepat dengan mengundang dan menghadirkan Norman ke Jakarta.
Setelah datangnya Norman di Jakarta untuk memenuhi panggilan Kapolri, Norman pun menjadi sorotan berbagai media. Sangat aneh jika seorang anggota Polri yang dikenal institusi ini sangat begitu disiplin bisa mengizinkan Norman untuk tidak berdinas di daerah dinasnya yakni di Gorontalo. Norman malah diizinkan untuk memenuhi berbagai panggilan acara di sejumlah media baik itu elektronik dan cetak, dan jumlah bayaran yang diterimanya bisa dibilang angat fantastis. Siapa yang tau kalau ini merupakan strategi institusi polri untuk mengembalikan citranya yang sudah tercoreng di mata masyarakat akibat kasus rekening gendut di tubuh polri. Ditengah tercorengnya polri dimata masyarakat dan publil akibat kasus rekening gendut tersebut, yang membuat kalangan masyarakat menilai lembaga yang diharapkan sebagai lembaga/institusi yang dapat mengawasi dan memberikan rasa nyaman dimasyarakat, akan tetapi diinternalnya mereka pun terjadi penyelewangan. Kalau yang mengawasi sama yang diawasi sudah sama-sama menyimpang, mau dibawa kemana negara ini. Itulah kiranya persepsi atau opini yang terbangun dimasyarakat. Dan hal tersebut dikarenakan media yang berhasil selalu memantau perkembangan kasus tersebut.
Oleh karena itu, kemunculan Norman Kamaru dengan baju dinas instansi polrinya di youtube sambil bergoyang India dan sangat direspon positif oleh masyarakat membuat institusi polri memanfaatkan momen tersebut sebagai alat atau fasilitas untuk mengembalikan kepercayaan masyarkata terhadap institusi mereka. Norman pun seperti alat mereka untuk mengembalikan citra mereka tesebut, dengan diikinkannya Norman menerima berbagai macam kontrak kerja di pelbagai acara-acara distasiun tv. Dan penampilan Norman di media-media pun selalu mengenakan seragam lengkap institusinya. Hingga persepsi yang terbangun di masyarakat adalah polisi itu sopan, menyenangkan dan bisa menghibur masyarakat, sehingga masyarakat pada saat itu seakan lupa dengan kasus rekening gendut yang terjadi ditubuh polri. Kenapa media bisa dengan begitu persuasifnya menyorot dan memberitakan Norman Kamaru, hal ini tentunya meruapakan stategi intitusi polri untuk mengalihkan isu terkait kasus yang mencoreng institusinya beberapa waktu yang lalu. Intitusi polri yang tercoreng dan menjadi bahan pemberitaan berbagai media pada saat itu, ketika kehadiran Norman Kamaru menjadikannya sebagai alat pencitraan mereka kembali. Melalui media kembali polri mengembalikan citranya, karena media mampu membangun persepsi masyarakat dan hal itu tidak lepas dari intervensi intitusi yang bersangkutan.
Kesimpulannya adalah media mampu membangun persepsi masyarakat terhadap sesuatu hal, dan pembangunan persepsi tersebut jelas sangat berkaitannya dengan para pemegang kekuasaan yang ada. Ketika media membangun persepsi tentang hal-hal yang buruk terhadap masyarakat oleh pemegang kekuasan, maka pemegang kekuasaan akan berusaha mengembalikan atau membalikan persepsi tersebut melalui media pula.
Kajian Teori Ketergantungan yang penulis anggap relevan sebagai referensi adalah kajian dalam ekonomi pembangunan yang dikembangkan pada akhir tahun 1950-an oleh Raul Presibich (Direktur Economic Commission for Latin America, ECLA). Dalam hal ini Raul Presbich dan rekannya bimbang terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju yang tumbuh pesat, namun tidak serta merta memberikan perkembangan yang sama kepada pertumbuhan ekonomi di negara-negara miskin. Bahkan dalam kajiannya mereka mendapati aktivitas ekonomi di negara-negara yang lebih kaya sering kali membawa kepada masalah-masalah ekonomi di negara-negara miskin. Hal Ini oleh para teori neo-klasik tidak dapat diprediksi sebelumnya dan dianggap bertentangan, oleh karena teori neo-klasik mengandaikanpertumbuhan ekonomi akan memberi manfaat kepada semua negara walaupun manfaatnya tidak selalui dibagi secara sama rata[4].
Kajian Prebisch mengenai fenomena ketergantungan ialah negara-negara miskin mengekspor komoditi ke negara-negara kaya yang kemudian menjadikan barang komiditi tersebut menjadi barang siap (manufactured) dan kemudian menjual kembali barang tersebut kepada negara-negara miskin. Nilai tambah yang ada oleh karena barang tersebut menjadi barang yang siap tentunya menimbulkan biaya yang lebih tinggi dibandingkan barang yang belum siap. Oleh karena itulah, mengapa negara-negara miskin sentiasa tidak memperoleh pendapatan yang cukup dengan ekspor mereka karena terpaksa membayar lebih besar untuk mengimpor barang yang lebih siap dari negara-negara maju[5].
Presbich kemudian mengeluarkan suatu solusi terhadap kenyataan yang ada, yaitu negara-negara miskin sepatutnya melakukan program dengan menggantikan atau mencari pengganti barang yang selama ini mereka impor sehingga mereka tidak perlu lagi membeli barang siap dari negara-negara kaya. Negara-negara miskin juga perlu menjual produk-produk utama mereka ke pasaran dunia, akan tetapi cadangan devisa (mata uang asing) yang mereka peroleh dari penjualan produk utama tersebut jangan digunakan untuk membeli barang manufaktur dari luar.
Namun demikian, paling tidak ada tiga hal pokok yang membuat kebijakan seperti tersebut di atas sulit untuk dilakukan yaitu:
1.Pasar domestik negara-negara miskin tidak cukup besar guna mendukung skala ekonomi yang digunakan negara-negara kaya untuk terus membuat harga yang lebih rendah.
2.Kemauan politik (political will) negara-negara miskin terhadap transformasi (perubahan) dari sekadar menjadi produser komodoti barang primer sesuatu yang mungkin atau diinginkan.
3.Sejauh mana negara-negara miskin sebenarnya memiliki kontrol terhadap produk utama mereka, khususnya bagi penjualan barang tersebut di luar negeri[6].
Pada tahap ini dikatakan bahwa teori ketergantungan dapat di lihat untuk menjelaskan penyebab mengapa negara-negara miskin terus menjadi miskin. Adapun pendekatan tradisional neo-klasik tidak pernah melihat isu kemiskinan ini, sebaliknya mengatakan negara-negara miskin terlalu lambat untuk mengubah perekonomian mereka dengan mempelajari teknik-teknik ekonomi modern yang dapat membuat kemiskinan mereka menjadi berkurang (terhapus). Sedangkan penganut faham teori Marxis melihat kemiskinan yang berlanjut ini sebagai eksploitasi dari kapitalis.
Lebih lanjut dari kedua pemikiran di atas, muncullah satu pemikiran baru yang dikenal dengan Teori Sistem Dunia (World System Theory). Pendekatan ini mencoba menjelaskan bahwa kemiskinan adalah konsekuensi langsung dari evolusi ekonomi politik internasional kedalam pembagian yang kaku soal buruh yang mana menguntungkan pihak yang kaya dan merugikan yang miskin.Secara umum dapat dikatakan bahwa tidak ada teori tunggal untuk mempelajari teori ketergantungan, oleh karena perdebatan di antara teoritisi, seperti Raul Presbich (mewakili pembaharu Liberal), Andre Gunder Frank (mewakili Marxist), dan Immanuel Wallerstein (mewakili Sistem Dunia) sangatlah kuat dan menarik untuk dikaji lebih jauh.
b. Andre Gunder frank : pembangunan keterbelakangan
Menurutnya keterbelakangan dan kemiskinan negara-negara pinggiran (negara satelit) bukanlah sebuah gejala alamiah dan bukan karena kekurangan modal. Keterbelakangan dan kemiskinan merupakan akibat dari proses ekonomi, politik dan sosial sebagai implikasi dari globalisasi dari sistem kapitalis. Artinya kemiskinan di negara satelit disebabkan oleh adanya pembangunan di negara pusat. Frank membagi negara – negara menjadi dua yaitu negara metropolis dan negara satelit. Negara metrolis bekerjasama dengan elit lokal negara satelit untuk melakukan dominasi di negara satelit.
Frank menyajikan lima tesis tentang dependensi, yaitu :
1. Terdapat kesenjangan pembangunan antara negara pusat dan satelitnya, pembangunan pada negara satelit dibatasi oleh status negara satelit tersebut.
2. Kemampuan negara satelit dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan industri kapitalis meningkat pada saat ikatan terhadap negara pusat sedang melemah. Pendapat ini merupakan antitesis dari modernisasi yang menyatakan bahwa kemajuan negara dunia ketiga hanya dapat dilakukan dengan hubungan dan difusi dengan negara maju.
3. Negara yang terbelakang dan terlihat feodal saat ini merupakan negara yang memiliki kedekatan ikatan dengan negara pusat pada masa lalu.
4. Kemunculan perkebunan besar di negara satelit sebagai usaha pemenuhan kebutuhan dan peningkatan keuntungan ekonomi negara pusat.
5. Eksploitasi yang menjadi ciri khas kapitalisme menyebabkan menurunnya kemampuan berproduksi pertanian di negara satelit.
Secara umum ketergantungan didefinisikan sebagai suatu penjelasan mengenai pembangunan ekonomi negara dari pengaruh luar -politik, ekonomi dan kebudayaan- terhadap kebijakan pembangunan nasional[7].Sedangkan Theotonio Dos Santos menekankan pada dimensi sejarah untuk menjelaskan adanya hubungan ketergantungan, yaitu:
[Dependency is]…an historical condition which shapes a certain structure of the world economy such that it favors some countries to the detriment of others and limits the development possibilities of the subordinate economics…a situation in which the economy of a certain group of countries is conditioned by the development and expansion of another economy, to which their own is subjected.[8]

Makna yang dapat ditangkap dari pernyataan Dos Santos ialah bahwa keterbelakangan/ketergantungan ekonomi Negara Dunia Ketiga bukan disebabkan oleh tidak terintegrasinya ke dalam tata ekonomi kapitalisme, tetapi monopoli modal asing, pembiayaan pembangunan dengan modal asing, serta penggunaan teknologi maju pada tingkat internasional dan nasional mampu mencapai posisi menguntungkan dalam interaksinya dengan negara maju, yang pada gilirannya menjadikan Negara Dunia Ketiga mereproduksi keterbelakangan, kesengsaraan, dan marginalisasi sosial di dalam batas kewilayahannya.Dalam hal ini tanpa negara-negara kaya, negara-negara miskin dianggap tidak mampu untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Karenanya negara-negara kaya secara aktif terus melakukan dominasi terhadap negara miskin yang dilakukan di pelbagai sektor, seperti ekonomi, media, politik, perbankan dan keuangan, pendidikan, dan semua aspek pembangunan sumber manusia.
Walaupun tidak ada teori tunggal yang dapat menjelaskan teori ketergantungan, namun tedapat tiga ciri persamaan atas definisi yang disepakati oleh para ahli teori ketergantungan. Pertama, ketergantungan membentuk sistem internasional yang terdiri dari dua negara yang digambarkan sebagai dominan/tergantung, pusat/periferi atau metropolitan/satelit. Negara-negara dominan adalah negara maju yang mempunyai kemajuan industri dan tergabung dalam Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Sedangkan negara-negara tergantung adalah Amerika Latin, Asia dan Afrika yang memiliki pendapatan per kapita yang rendah serta bergantung sepenuhnya kepada ekspor satu jenis komoditi untuk memperoleh devisa (foreign exchange).
Kedua, memiliki asumsi yang sama bahwa adanya kekuatan (dorongan) dari luar merupakan satu-satunya aktivtas ekonomi yang penting di dalam negara-negara yang bergantung. Kekuatan luar ini termasuklah Perusahaan Multi National (MNC’s) MNC, pasar komoditi internasional, bantuan luar negeri, komunikasi dan berbagai bentuk lainnya yang oleh negara-negara maju digunakan untuk kepentingan ekonomi mereka di luar negeri.
Ketiga, pengertian ketergantungan menunjukkan bahwa hubungan antara negara yang mendominan dan yang bergantung adalah dinamis, karena interaksi antara dua negara bukan hanya untuk saling menguatkan, tetapi juga untuk meningkatkan pola/corak yang tidak merata dalam pembagian ekonomi.
Dari analisa yang dikemukakan diatas maka fungsi teori defedensidapat dikemukakan  sebagai berikut :
1. Fungsi Menerangkan
Makna yang dapat ditangkap dari pernyataan Dos Santos ialah bahwa keterbelakangan/ketergantungan ekonomi Negara Dunia Ketiga bukan disebabkan oleh tidak terintegrasinya ke dalam tata ekonomi kapitalisme, tetapi monopoli modal asing, pembiayaan pembangunan dengan modal asing, serta penggunaan teknologi maju pada tingkat internasional dan nasional mampu mencapai posisi menguntungkan dalam interaksinya dengan negara maju, yang pada gilirannya menjadikan Negara Dunia Ketiga mereproduksi keterbelakangan, kesengsaraan, dan marginalisasi sosial di dalam batas kewilayahannya. Dalam hal ini tanpa negara-negara kaya, negara-negara miskin dianggap tidak mampu untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Karenanya negara-negara kaya secara aktif terus melakukan dominasi terhadap negara miskin yang dilakukan di pelbagai sektor, seperti ekonomi, media, politik, perbankan dan keuangan, pendidikan, dan semua aspek pembangunan sumber manusia.

2. Fungsi Menjelaskan
Teori ini menjelaskan tentang ketergantungan timbal balik antar institusi yang memegang kekuasaan dan integrasi media terhadap timbal balik antar institusi yang memegang kekuasaan dan integasi media terhadap kekuasaan sosial dan otoritas. Teori ini juga menjelaskan bahwa isi media cenderung melayani kepentingan pemegang kekuasaan politik dan ekonomi. Namun demikian, meskipun media tidak bisa diharapkan menyuguhkan pandangan kritis atau tinjauan lain, menyangkut masalah kehidupan, media tetap memiliki kecenderungan untuk membantu publik bebas dalam menerima keberadaannya sebagaimana adanya.
Teori ketergantungan dapat menjelaskan penyebab mengapa negara-negara miskin terus menjadi miskin. Adapun pendekatan tradisional neo-klasik tidak pernah melihat isu kemiskinan ini, sebaliknya mengatakan negara-negara miskin terlalu lambat untuk mengubah perekonomian mereka dengan mempelajari teknik-teknik ekonomi modern yang dapat membuat kemiskinan mereka menjadi berkurang (terhapus). Sedangkan penganut faham teori Marxis melihat kemiskinan yang berlanjut ini sebagai eksploitasi dari kapitalis.

3. Fungsi Meramalkan
Teori ini meramalkan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal dari media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan serta mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun perlu digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergantungan yang sama terhadap semua media. Lalu apa yang sebenarnya melandasi ketergantungan khalayak terhadap media massa? Karena Media mampu membangun persepsi masyarakat terhadap sesuatu hal, misalnya pembangunan persepsi yang berkaitan dengan para pemegang kekuasaan. Ketika media membangun persepsi tentang hal-hal yang buruk terhadap masyarakat oleh pemegang kekuasan, maka pemegang kekuasaan akan berusaha mengembalikan atau membalikan persepsi tersebut melalui media pula.

4. Fungsi Memberikan Pandangan
Teori ketergantungan ini mampu memberikan pandangan kepada masyarakat terhadap sesuatu hal, dan pandangan tersebut jelas sangat erat kaitannya dengan ketergantungan masyarakat akan sebuah media massa. Ketika media membangun persepsi tentang hal-hal yang buruk terhadap masyarakat oleh pemegang kekuasan, maka pemegang kekuasaan akan berusaha mengembalikan atau membalikan persepsi tersebut melalui media pula.

5. Fungsi Memberikan Strategi 
Teori ketergantungan memberikan strategi tentang khalayak akan menjadi lebih tergantung terhadap media yang telah memenuhi berbagai kebutuhan khalayak bersangkutan dibanding pada media yang menyediakan hanya beberapa kebutuhan saja. Jika kita misalkan Anda mengikuti perkembangan persaingan antara Manchester United, Arsenal dan Chelsea secara serius, Anda mungkin akan menjadi tergantung pada tayangan langsung Liga Inggris di TV7, atau bila anda menyukai gosip, anda akan menyaksikan acara infotement, insert, dan orang ini kemungkinan sama sekali tidak peduli berita tentang politik dimetro  maupun TV1.
Teori ini menunjukkan sistem media dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai media, sehingga bukan sumber media massa yang menciptakan ketergantungan, melainkan kondisi sosial. Sebagai contoh, bila negara dalam keadaan tidak stabil, anda akan lebih bergantung/ percaya pada koran untuk mengetahui informasi jumlah korban bentrok fisik antara pihak keamanan dan pengunjuk rasa, sedangkan bila keadaan negara stabil, ketergantungan seseorang akan media bisa turun dan individu akan lebih bergantung pada institusi - institusi negara atau masyarakat untuk informasi. Sebagai contoh di Malaysia dan Singapura dimana penguasa memiliki pengaruh besar atas pendapat rakyatnya, pemberitaan media membosankan karena segala sesuatu tidak bebas untuk digali, dibahas, atau dibesar-besarkan, sehingga masyarakat lebih mempercayai pemerintah sebagai sumber informasi mereka. Sumber pendekatan dalam memahami komunikasi pun tidak hanya mengacu pada teori semata, tetapi juga memperhitungkan aliran dan model apa yang dipakai. Aliran yang dipakai antara lain aliran proses dan semiotika. Untuk mengukur efek yang ditimbulkan media massa terhadap khalayak, ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu riset eksperimen, survey dan riset etnografi  .

Kritik Terhadap Teori Ketergantungan
Untuk melakukan kritik terhadap teori ini tidaksecara langsungmemunculkan pertanyaan apakah ada level yang ideal dari ketergantungan media. Apakah orang Amerika saat ini terlalu bergantung atau terlalu mandiri pada media? Apakah trennya mengarah pada kenaikan atau penurunan ketergantungan? Apakah mediabaru meningkatkan ketegantungan kita atau membuat kita lebih mandiri? Bagaimanakah teknologi yang dikontrol pengguna seperti Internet, personal digital assistants (PDA), dan apakah lima ratus saluran siaran satelit mengubah ketergantungan serta kemandirian?
            Ball-Rokeach dan koleganya telah memerikan sebuah teori inovatif yang mengangkat beberapa pertanyaan tersebut. Dalam beberapa hal merupakan pembaruan terhadap teori ini, tetapi membuat ketergantungan antara system media dan system antarpribadi semakin jelas terlihat. Teori ini berpendapat bahwa komunitas yang kuat dnberkembang membutuhkan infrastruktur komunikasi (termasuk komunikasiyang termediasi dan komunikasi antarpribadi) yang didasarkan pada sekeliling sistem storytelling. System ni menyediakan individu dengan narasi yang membuat mereka mempelajari satu sama lain juga dunia social dan memndukung system storytelling ini.di dalam sebuah kawasan tempat tinggal infrastruktur komunikasi yang efektif, diskusi-diskusi “mengubah orang-orang dari hanya penduduk menjadi bagian darimasyarakat[9]” Sorin Matei dan Sandra Ball-Rokeach melihat peran Internet di lingkungan etnis tertentu di Los Angles.mereka mencoba memastikn bagaimana infrastruktur komunikasiterkait dengan perasaan “saling memiliki” oleh warga. Mereka menemukan bahwa Internet terkait dengan “perasaan memiliki” di dalam sebuah lingkungan berbahasa Inggris,kecualilingkungan keturunan Asia atau Hispanik.di tempat tempattersebut, penggunaan Internet sama dengan penggunaan media massa dansangat baik dalam mendukung pembauran etnis[10] .
Kemudian untuk menguji seberapa jauh relevansi teori ketergantungan  bagi penerapan pembangunan di negara dunia ketiga, kiranya perlu dikemukakan pandangan yang sifatnya critikal terhadap teori tersebut. Beberapa pokok pikirannya sebagai berikut:
1. Pendekatan ketergantungan dan keterbelakangan sendiri tidak mempunyai dasar pijakan teori yang kuat dan tidak mewakili gagasan yang utuh untuk menggantikan ide modernisasi;2. Pendekatan ketergantungan bersembunyi di balik dalil-dalil Marxis. Debat yang mereka lakukan dipusatkan pada perbedaan antara modes of production dan exchange relations;3. Gagasan-gagasan teori ketergantungan dan keterbelakangan gagal memberikan jalan keluar yang tepat untuk menemukan ide baru menggantikan gagasan modernisasi;4.Pendekatan ketergantungan dan keterbelakangan gagal mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di sejumlah dunia ketiga, khususnya New Industrializing Countries (NICs).
Robert A. Packenham  mengajukan kritik atas teori ketergantungan dengan menyebutkan kekuatan teori ketergantungan dan kelemahan teori ketergantungan. Menurut Packenham, kekuatan teori ketergantungan antara lain:
1. Menekankan pada aspek internasional.
2. Mempersoalkan akibat dari politik luar negeri (industri terhadap pinggiran).
3. Mengkaitkan perubahan internal negara pinggiran dengan politik luar negeri negara maju.
4. Mengaitkan antara analisis ekonomi dengan analisis politik.
5. Membahas antarkelas dalam negeri dan hubungan kelas antarnegara dalam konteks internasional.
6. Memberikan definisi yang berbeda tentang pembangunan ekonomi (tentang kelas-kelas sosial, antardaerah dan antarnegara).
Sedangkan kelemahan teori dependensi antara lain:
1. Hanya menyalahkan kapitalisme.
2. Konsep kunci yang kurang jelas termasuk istilah “ketergantungan”.
3. Ketergantungan dianggap sebagai konsep yang dikotomis.
4. Tidak ada kemungkinan lepas dari ketergantungan.
5. Ketergantungan dianggap sebagai sesuatu yang negatif.
6. Ketergantungan tidak melihat aspek psikologis.
7. Ketergantungan menyepelekan konsep nasionalisme.
8. Teori Ketergantungan sangat normatif dan subyektif.
9. Hubungan antarnegara dalam teori ketergantungan bersifat zero-sum game (kalau yang satu untung, yang lain rugi), padahal kenyataannya tidak ada hubungan yang bersifat seperti itu.
10. Karena konsepnya tidak jelas maka tidak dapat diuji kebenarannya, sehingga teori ini menjadi tautologies (selalu benar).
11. Menganggap aktor politik sebagai boneka dari kepentingan modal asing.
12. Kajian yang kurang rinci dan tajam akibatnya teori ini kurang dapat dipergunakan untuk menganalisis dengan tajam.
Penutup
Dari hasil analisa yang dikembangkan maka dapat dikemukakan bahwa Teori Ketergantungan sampai sekarang masih  relevan dijadikan sebagai referensi didalam melakukan penelitian. Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya masyarakat yang tergantung kepada media. Hal yang besar sampai yang sekecil apapun masyarakat saat ini tidak lupa menjadikan media sebagai tolak ukur dalam mendapatkan kebenaran yang ingin dicapai.Seluruh aktivitas dan pemaknaan aktifitas dapat dikatakanhasil dari ketergantungan pada media massa. Sebenarnya media massa bukan realitas yang bebas nilai. Pada titik kesadaran pokok manusia, media selalu memuat kepentingan. Media pada prinsipnya telah diambil sebagai realitas yang memihak. Tentu saja media dimanfaatkan untuk memenangkan pertarungan idea, kepentingan atau ideologi tertentu kelas tertentu. Pada titik tertentu, media pada dirinya sudah bersifat ideologis.
Pembahasan yang harus disadari adalah bukan hanya terletak bahwa media selalu bersifat ideologis tapi terutama adalah kemampuan untuk membedakan antara kuasa media itu sendiri dengan kuasa struktur makro yang secara sengaja atau tidak sengaja merekonstruksi, merepresentasikan dan memaknai media tersebut. Dalam arti bahwa, meski konsumen dan produsen punya opsi bagaimana media harus disimbolisasikan dan dimaknai tetap saja ada bingkai aktivitas dan opsi mereka yang terbentuk dan dipengaruhi oleh faktor yang berada di luar jangkauan kendali sadar konsumen atau produsen  media.
Pengenalan dan pemahaman yang cukup komprehensif atas struktur sistem produksi media, rasionalitas dan ideologi yang berada di balik  media yang bersangkutan menjadi hal yang penting. Diperlukan paradigma penelitian dan metode penelitian yang mampu menelanjangi, menggali dan mengeksplorasi struktur, rasionalitas dan ideologi yang kesemuanya bersifat laten termuat dalam sebuah teks media.
Dari uraian analisa dan kritik yang dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa DEPENDENCY THEORYmerupakan sebuah Model.















DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Arief. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta ; PT Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI.1995.

Defleur, M.I, dan  Sandra Ball-Rokeach, Theories of Mass Communication, 3thed. New York : David McKay, 1975

Heath, Robert L dan Jannings Bryant.. Human Communication Theory and Research,  Concepts, Contexts, and Challenges.  Mahwah, New Jersey – London: Lawrence Erlbaum Associate Publisher.2000

Kuswandi, wawan, Komunikasi Massa; Sebuah Analisa Media Televisi, Jakarta:Rineka Cipta,1993), h.104

Littlejohn, Stephen W. Theories of Human Communication. Belmont-Toronto: Wadsworth Publishing Company. 1999

McQuail, Dennis and  Sven Windahl. Communication Models : for The Study of Mass Communication. (New York  : Longman.1996

Osvaldo Sunkel, “National Development Policy and External Dependence in Latin America,” The Journal of Development Studies, Vol. 6, no. 1, October 1969

Sandjaya, Djuarsa, Teori Komunikasi, Jakarta : Universitas Terbuka, 1994

Theotonio Dos Santos, “The Structure of Dependence,” in K.T. Fann and Donald C. Hodges, eds., Readings in U.S. Imperialism. Boston: Porter Sargent, 1971













[1]. Defleur, M.I, dan Sandra Ball-Rokeach, Theories of Mass Communication, 3thed. (New York : David McKay, 1975), h. 261-267
[2]. Kuswandi, wawan, Komunikasi Massa; Sebuah Analisa Media Televisi,(Jakarta:Rineka Cipta,1993), h.104
[3]. Sandjaya, Djuarsa, Teori Komunikasi, (Jakarta : Universitas Terbuka, 1994), h. 56
[4]. Littlejohn, Stephen W. Theories of Human Communication. (Belmont-Toronto: Wadsworth Publishing Company. 1999), h. 213
[5].McQuail, Dennis and  Sven Windahl. Communication Models : for The Study of Mass Communication. (New York  : Longman.1996), h. 168-176
[6]. Heath, Robert L dan Jannings Bryant.. Human Communication Theory and Research,  Concepts, Contexts, and Challenges.  Mahwah,(New Jersey – London: Lawrence Erlbaum Associate Publisher.2000),h. 265
[7]Osvaldo Sunkel, “National Development Policy and External Dependence in Latin America,” The Journal of Development Studies, Vol. 6, no. 1, October 1969, p. 23).
[8]Theotonio Dos Santos, “The Structure of Dependence,” in K.T. Fann and Donald C. Hodges, eds., Readings in U.S. Imperialism. Boston: Porter Sargent, 1971, p. 226
[9]Defleur, M.I, dan  Sandra Ball-Rokeach, ibid,  h. 265
[10]. Ibid, h. 267

Tidak ada komentar:

Posting Komentar