DEPENDENCY THEORY
A. Pendahuluan
Percaturan
studi komunikasi dewasa ini telah banyak melahirkan berbagai macam teori yang
masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri. Ada banyak teori
tentang komunikasi. Berdasarkan kurun waktu dan pemahaman atas makna
komunikasi, teori komunikasi semakin hari berkembang seiring berkembangnya
teknologi informasi yang memakai komunikasi sebagai fokus kajiannya. Teori
komunikasi kontemporer yang merupakan perkembangan dari teori komunikasi klasik
melihat fenomena komunikasi tidak fragmatis. Artinya, komunikasi dipandang
sebagai sesuatu yang kompleks-tidak sesederhana yang dipahami dalam teori
komunikasi klasik.
Sumber
pendekatan dalam memahami komunikasi pun tidak hanya mengacu pada teori semata,
tetapi juga memperhitungkan aliran dan model apa yang dipakai. Aliran yang
dipakai antara lain aliran proses dan semiotika. Sedangkan dalam pembangunan
Teori ketergantungan dianggap sebagai antitesis teori modernisasi yang
menekankan pada aspek keterbelakangan sebagai sebuah pola hubungan
ketergantungan. Kedua kubu tersebut mendominasi ‘proyek besar’ pembangunan
hingga akhir tahun 1980-an, ketika studi pembangunan mencapai ‘jalan buntu’.
Kedua kubu teoritis tersebut dianggap gagal. Di satu sisi, realitas yang ada di
negara-negara dunia ketiga sebagai obyek pembangunan tetap ditandai oleh
berbagai indikator keterbelakangan, di sisi lain muncul fenomena negara-negara
industri baru sebagai kisah sukses.
Dalam
makalah ini tidak membahas teori kontemporer yang dianggap sebagai ‘pahlawan
revolusioner’, tetapi mengkaji lebih detail tentang salah satu teori komunikasi
dan menkritisi sebuah teori yaitu Teori Ketergantungan. yang diutarakan
oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin Defleur. Tentunya teori ini memiliki
kelebihan dan kelemahan jika dibandingkan dengan teori-teori lainnya. Apakah
teori ini masih relevan atau justru sudah tidak dapat disentuh sama sekali.
B. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)
Teori
Ketergantungan (Dependency Theory) merupakan teori yang dikemukakan
pertama kali oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin Defleur. Seperti halnya teori
uses and gratifications, pendekatan ini juga menolak asumsi kausal dari
awal hipotesis penguatan. Untuk mengatasi kelemahan ini, pencetus teori ini
mengambil suatu pendekatan sistem yang lebih jauh. Teori Ketergantungan Media
adalah teori tentang komunikasi massa yang menyatakan bahwa semakin seseorang
tergantung pada suatu media untuk memenuhi kebutuhannya, maka media tersebut
menjadi semakin penting untuk orang itu[1].
Teori ini memperkenalkan model yang menunjukan hubungan integral tak
terpisahkan antara pemirsa, media dan sistem sosial yang besar.
Konsisten
dengan teori-teori yang menekankan pada pemirsa sebagai penentu media, model
ini memperlihatkan bahwa individu bergantung pada media untuk pemenuhan
kebutuhan atau untuk mencapai tujuannya, tetapi mereka tidak bergantung pada banyak
media dengan porsi yang sama besar.
Sejalan
dengan apa yang dikatakan oleh teori uses and gratifications, teori ini
memprediksikan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal dari
media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan serta
mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun perlu
digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergantungan yang sama terhadap
semua media. Lalu apa yang sebenarnya melandasi ketergantungan khalayak
terhadap media massa?
Dikemukakannya
ada dua jawaban mengenai hal ini. Pertama, khalayak akan menjadi lebih
tergantung terhadap media yang telah memenuhi berbagai kebutuhan khalayak
bersangkutan dibanding pada media yang menyediakan hanya beberapa kebutuhan
saja. Jika misalnya, Anda mengikuti perkembangan persaingan antara Manchester
United, Arsenal dan Chelsea secara serius, Anda mungkin akan menjadi
tergantung pada tayangan langsung Liga Inggris di TV7, atau bila anda menyukai
gosip, anda akan menyaksikan acara infotement, insert, dan orang ini
kemungkinan sama sekali tidak peduli berita tentang politik dmetro maupun TV1. Sumber ketergantungan yang kedua
adalah kondisi sosial. Model ini menunjukkan sistem media dan institusi sosial
itu saling berhubungan dengan khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat.
Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai
media, sehingga bukan sumber media massa yang menciptakan ketergantungan,
melainkan kondisi sosial. Sebagai contoh, bila negara dalam keadaan tidak
stabil, anda akan lebih bergantung/ percaya pada koran untuk mengetahui
informasi jumlah korban bentrok fisik antara pihak keamanan dan pengunjuk rasa,
sedangkan bila keadaan negara stabil, ketergantungan seseorang akan media bisa
turun dan individu akan lebih bergantung pada institusi - institusi negara atau
masyarakat untuk informasi. Sebagai contoh di Malaysia dan Singapura dimana
penguasa memiliki pengaruh besar atas pendapat rakyatnya, pemberitaan media
membosankan karena segala sesuatu tidak bebas untuk digali, dibahas, atau
dibesar-besarkan, sehingga masyarakat lebih mempercayai pemerintah sebagai
sumber informasi mereka.Sumber pendekatan dalam memahami komunikasi pun tidak
hanya mengacu pada teori semata, tetapi juga memperhitungkan aliran dan model
apa yang dipakai. Aliran yang dipakai antara lain aliran proses dan semiotika. Untuk
mengukur efek yang ditimbulkan media massa terhadap khalayak, ada beberapa
metode yang dapat digunakan, yaitu riset eksperimen, survey dan riset etnografi[2] .
C. Analisis dan
Sebuah Tinjauan Dalam Kajian Teori Ketergantungan
Teori
ini menekankan ketergantungan timbal balik antar institusi yang memegang
kekuasaan dan integrasi media terhadap timbal balikantar institusi yang
memegang kekuasaan dan integasi media terhadap kekuasaan sosial dan otoritas.
Dengan demikian isi media cenderung melayani kepentingan pemegang kekuasaan
politik dan ekonomi. Namun demikian, meskipun media tidak bisa diharapkan
menyuguhkan pandangan kritis atau tinjauan lain, menyangkut masalah kehidupan,
media tetap memiliki kecenderungan untuk membantu publik bebas dalam menerima
keberadaannya sebagaimana adanya.
Teori
ketergantungan memberi kedudukan terhormat kepada media sebagai penggerak Teori
ini juga sangat mengunggulkan gagasan yang menyatakan bahwa media menyuguhkan
pandangan tentang dunia, semacam pengganti atau lingkungan semu
(pseudo-environment) yang disatu pihak merupakan sarana ampuh untuk
memanipulasi orang, tetapi di lain pihak merupakan alat bantu bagi kelanjutan
ketenangan psikisnya dalam kondisi yang sulit dalam menentukan sebuah pilihan.
Pandangan
KlasikMarxisme dikemukan bahwa Media merupakan alat produksi yang disesuaikan
dengan tipe umum industri kapitalis beserta faktor produksi dan hubungan
produksinya. Media cenderung dimonopoli oleh kelas kapitalis, yang penangannya
dilaksanakan baik secara nasional maupun internasional untuk memenuhi
kepentingan kelas sosial terseut. Para kapitalis melakukan hal tersebut dengan
mengeksploitasi pekerja budaya dan konsumen secara material demi memperoleh
keuntungan yang berlebihan. Para kapitalis tersebut bekerja secara ideologis
dengan menyebarkan ide dan cara pandang kelas penguasa, yang menolak ide lain
yang dianggap berkemungkinan untuk menciptakan perubahan atau mengarah ke
terciptanya kesadaran kelas pekerja akan kepentingaannya[3].
Masyarakat
dan media merupakan kedua hal yang tidak dapat dipisahkan. Ibaratkan dua sisi
koin yang berbeda tetapi satu. Dalam
berbagai persepsi yang berbeda-beda akan tetapi makna dari kedua sisi tersebut
tetap satu dan sulit untuk dipisahkan, bahkan bisa dikatakan sebagai hal yang
mustahil. Ada beberapa dari mereka yang mengatakan dan memahami bahwa
masyarakatlah yang membentuk media dan ada juga dari mereka yang beranggapan
berbeda bahwa medialah yang mengontrol masyarakat. Kedua pemahaman tersebut
memanglah cukup berbeda, akan tetapi maknanya tetap sama yakni masyarakat dan
media adalah kedua hal yang berbeda tapi tidak dapat terpisahkan, yang sama
halnya seperti dua sisi koin.
Berangkat
dari hal tersebut pendekatkannya kepada teori ketergantungan dan teori uses and gratification yang
dikemukakan oleh para ahli. Teori pertama digunakan untuk pahami lebih jelas
menyangkut ketergantungan masyarakat dan media tersebut adalah teori
ketergantungan. Didalam karya-karya yang banyak ditulis oleh beberapa ahli, yang
mengemukakan Teori ketergantungan adalah teori yang menekankan ketergantungan
timbal-balik antara intitusi yang memegang kekuasaan dan integrasi media
terhadap sumber kekuasaan sosial dan otoritas. Dengan demikian isi media
cenderung melayani kepentingan pemegang kekuasaan politik dan ekonomi. Namun
media tetap memiliki kecendrungan untuk publik bebas dalam menerima
keberadaannya sebagaimana adanya. Yang artinya dalam pemahaman saya menyangkut
teori ini adalah, mereka para kelompok masyarakat elit yang mempunyai kekuasaan
dapat mengintervensi media-media untuk menyuguhkan berita-berita yang baik
untuk mereka kepada masyarakat. Dan bahkan bisa memutar balikan fakta terkait
persoalan mereka di ranah publik atau mencoba untuk mengalihkan isu terkait
rezimnya agar publik seakan lupa dengan persoalan tersebut. Dan kiranya
realitas dari teori ini banyak terjadi dan ditemukan di bangsa ini.
Melaui
teori ketergantungan tersebut diatas, kiranya dapat dihubungkan dengan kasus
yang cukup relevan dengan teori tersebut. Contoh kasus yang dapat diambil
adalah yang terjadi pada salah satu mantan anggota polri yang terkenal lewat
video clipsing nya di dunia maya. Norman Kamaru yang pada saat itu merupakan
anggota Korps Brimob Polri daerah Gorontalo, bergoyang dan menyanyikan lagu
india dengan masih menggunakan baju dinasnya yang kemudian tersebar kedunia
maya. Karena respon masyarakat terhadap video Norman tersebut sangat positif
dan membuat berbagai kalangan masyarakat sangat mengaguminya, membuat intitusi
polri pun bergerak cepat dengan mengundang dan menghadirkan Norman ke Jakarta.
Setelah
datangnya Norman di Jakarta untuk memenuhi panggilan Kapolri, Norman pun
menjadi sorotan berbagai media. Sangat aneh jika seorang anggota Polri yang
dikenal institusi ini sangat begitu disiplin bisa mengizinkan Norman untuk
tidak berdinas di daerah dinasnya yakni di Gorontalo. Norman malah diizinkan
untuk memenuhi berbagai panggilan acara di sejumlah media baik itu elektronik
dan cetak, dan jumlah bayaran yang diterimanya bisa dibilang angat fantastis.
Siapa yang tau kalau ini merupakan strategi institusi polri untuk mengembalikan
citranya yang sudah tercoreng di mata masyarakat akibat kasus rekening gendut
di tubuh polri. Ditengah tercorengnya polri dimata masyarakat dan publil akibat
kasus rekening gendut tersebut, yang membuat kalangan masyarakat menilai
lembaga yang diharapkan sebagai lembaga/institusi yang dapat mengawasi dan
memberikan rasa nyaman dimasyarakat, akan tetapi diinternalnya mereka pun
terjadi penyelewangan. Kalau yang mengawasi sama yang diawasi sudah sama-sama
menyimpang, mau dibawa kemana negara ini. Itulah kiranya persepsi atau opini
yang terbangun dimasyarakat. Dan hal tersebut dikarenakan media yang berhasil
selalu memantau perkembangan kasus tersebut.
Oleh
karena itu, kemunculan Norman Kamaru dengan baju dinas instansi polrinya di
youtube sambil bergoyang India dan sangat direspon positif oleh masyarakat
membuat institusi polri memanfaatkan momen tersebut sebagai alat atau fasilitas
untuk mengembalikan kepercayaan masyarkata terhadap institusi mereka. Norman
pun seperti alat mereka untuk mengembalikan citra mereka tesebut, dengan
diikinkannya Norman menerima berbagai macam kontrak kerja di pelbagai acara-acara
distasiun tv. Dan penampilan Norman di media-media pun selalu mengenakan
seragam lengkap institusinya. Hingga persepsi yang terbangun di masyarakat
adalah polisi itu sopan, menyenangkan dan bisa menghibur masyarakat, sehingga
masyarakat pada saat itu seakan lupa dengan kasus rekening gendut yang terjadi
ditubuh polri. Kenapa media bisa dengan begitu persuasifnya menyorot dan
memberitakan Norman Kamaru, hal ini tentunya meruapakan stategi intitusi polri
untuk mengalihkan isu terkait kasus yang mencoreng institusinya beberapa waktu
yang lalu. Intitusi polri yang tercoreng dan menjadi bahan pemberitaan berbagai
media pada saat itu, ketika kehadiran Norman Kamaru menjadikannya sebagai alat
pencitraan mereka kembali. Melalui media kembali polri mengembalikan citranya,
karena media mampu membangun persepsi masyarakat dan hal itu tidak lepas dari
intervensi intitusi yang bersangkutan.
Kesimpulannya
adalah media mampu membangun persepsi masyarakat terhadap sesuatu hal, dan
pembangunan persepsi tersebut jelas sangat berkaitannya dengan para pemegang
kekuasaan yang ada. Ketika media membangun persepsi tentang hal-hal yang buruk
terhadap masyarakat oleh pemegang kekuasan, maka pemegang kekuasaan akan
berusaha mengembalikan atau membalikan persepsi tersebut melalui media pula.
Kajian
Teori Ketergantungan yang penulis anggap relevan sebagai referensi adalah
kajian dalam ekonomi pembangunan yang dikembangkan pada akhir tahun 1950-an
oleh Raul Presibich (Direktur Economic Commission for Latin America, ECLA).
Dalam hal ini Raul Presbich dan rekannya bimbang terhadap pertumbuhan ekonomi
di negara-negara maju yang tumbuh pesat, namun tidak serta merta memberikan
perkembangan yang sama kepada pertumbuhan ekonomi di negara-negara miskin.
Bahkan dalam kajiannya mereka mendapati aktivitas ekonomi di negara-negara yang
lebih kaya sering kali membawa kepada masalah-masalah ekonomi di negara-negara
miskin. Hal Ini oleh para teori neo-klasik tidak dapat diprediksi sebelumnya
dan dianggap bertentangan, oleh karena teori neo-klasik mengandaikanpertumbuhan
ekonomi akan memberi manfaat kepada semua negara walaupun manfaatnya tidak
selalui dibagi secara sama rata[4].
Kajian
Prebisch mengenai fenomena ketergantungan ialah negara-negara miskin mengekspor
komoditi ke negara-negara kaya yang kemudian menjadikan barang komiditi
tersebut menjadi barang siap (manufactured) dan kemudian menjual kembali barang
tersebut kepada negara-negara miskin. Nilai tambah yang ada oleh karena barang
tersebut menjadi barang yang siap tentunya menimbulkan biaya yang lebih tinggi
dibandingkan barang yang belum siap. Oleh karena itulah, mengapa negara-negara
miskin sentiasa tidak memperoleh pendapatan yang cukup dengan ekspor mereka
karena terpaksa membayar lebih besar untuk mengimpor barang yang lebih siap
dari negara-negara maju[5].
Presbich
kemudian mengeluarkan suatu solusi terhadap kenyataan yang ada, yaitu
negara-negara miskin sepatutnya melakukan program dengan menggantikan atau
mencari pengganti barang yang selama ini mereka impor sehingga mereka tidak
perlu lagi membeli barang siap dari negara-negara kaya. Negara-negara miskin
juga perlu menjual produk-produk utama mereka ke pasaran dunia, akan tetapi
cadangan devisa (mata uang asing) yang mereka peroleh dari penjualan produk
utama tersebut jangan digunakan untuk membeli barang manufaktur dari luar.
Namun
demikian, paling tidak ada tiga hal pokok yang membuat kebijakan seperti
tersebut di atas sulit untuk dilakukan yaitu:
1.Pasar
domestik negara-negara miskin tidak cukup besar guna mendukung skala ekonomi
yang digunakan negara-negara kaya untuk terus membuat harga yang lebih rendah.
2.Kemauan
politik (political will) negara-negara miskin terhadap transformasi (perubahan)
dari sekadar menjadi produser komodoti barang primer sesuatu yang mungkin atau
diinginkan.
3.Sejauh
mana negara-negara miskin sebenarnya memiliki kontrol terhadap produk utama
mereka, khususnya bagi penjualan barang tersebut di luar negeri[6].
Pada
tahap ini dikatakan bahwa teori ketergantungan dapat di lihat untuk menjelaskan
penyebab mengapa negara-negara miskin terus menjadi miskin. Adapun pendekatan
tradisional neo-klasik tidak pernah melihat isu kemiskinan ini, sebaliknya
mengatakan negara-negara miskin terlalu lambat untuk mengubah perekonomian
mereka dengan mempelajari teknik-teknik ekonomi modern yang dapat membuat
kemiskinan mereka menjadi berkurang (terhapus). Sedangkan penganut faham teori
Marxis melihat kemiskinan yang berlanjut ini sebagai eksploitasi dari
kapitalis.
Lebih
lanjut dari kedua pemikiran di atas, muncullah satu pemikiran baru yang dikenal
dengan Teori Sistem Dunia (World System Theory). Pendekatan ini mencoba
menjelaskan bahwa kemiskinan adalah konsekuensi langsung dari evolusi ekonomi
politik internasional kedalam pembagian yang kaku soal buruh yang mana
menguntungkan pihak yang kaya dan merugikan yang miskin.Secara umum dapat
dikatakan bahwa tidak ada teori tunggal untuk mempelajari teori ketergantungan,
oleh karena perdebatan di antara teoritisi, seperti Raul Presbich (mewakili
pembaharu Liberal), Andre Gunder Frank (mewakili Marxist), dan Immanuel
Wallerstein (mewakili Sistem Dunia) sangatlah kuat dan menarik untuk dikaji
lebih jauh.
b. Andre Gunder
frank : pembangunan keterbelakangan
Menurutnya
keterbelakangan dan kemiskinan negara-negara pinggiran (negara satelit)
bukanlah sebuah gejala alamiah dan bukan karena kekurangan modal.
Keterbelakangan dan kemiskinan merupakan akibat dari proses ekonomi, politik
dan sosial sebagai implikasi dari globalisasi dari sistem kapitalis. Artinya
kemiskinan di negara satelit disebabkan oleh adanya pembangunan di negara
pusat. Frank membagi negara – negara menjadi dua yaitu negara metropolis dan
negara satelit. Negara metrolis bekerjasama dengan elit lokal negara satelit
untuk melakukan dominasi di negara satelit.
Frank
menyajikan lima tesis tentang dependensi, yaitu :
1.
Terdapat kesenjangan pembangunan antara negara pusat dan satelitnya,
pembangunan pada negara satelit dibatasi oleh status negara satelit tersebut.
2.
Kemampuan negara satelit dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan
industri kapitalis meningkat pada saat ikatan terhadap negara pusat sedang
melemah. Pendapat ini merupakan antitesis dari modernisasi yang menyatakan
bahwa kemajuan negara dunia ketiga hanya dapat dilakukan dengan hubungan dan
difusi dengan negara maju.
3.
Negara yang terbelakang dan terlihat feodal saat ini merupakan negara yang
memiliki kedekatan ikatan dengan negara pusat pada masa lalu.
4.
Kemunculan perkebunan besar di negara satelit sebagai usaha pemenuhan kebutuhan
dan peningkatan keuntungan ekonomi negara pusat.
5.
Eksploitasi yang menjadi ciri khas kapitalisme menyebabkan menurunnya kemampuan
berproduksi pertanian di negara satelit.
Secara
umum ketergantungan didefinisikan sebagai suatu penjelasan mengenai pembangunan
ekonomi negara dari pengaruh luar -politik, ekonomi dan kebudayaan- terhadap
kebijakan pembangunan nasional[7].Sedangkan
Theotonio Dos Santos menekankan pada dimensi sejarah untuk menjelaskan
adanya hubungan ketergantungan, yaitu:
[Dependency
is]…an historical condition which shapes a certain structure of the world
economy such that it favors some countries to the detriment of others and
limits the development possibilities of the subordinate economics…a situation
in which the economy of a certain group of countries is conditioned by the
development and expansion of another economy, to which their own is subjected.[8]
Makna
yang dapat ditangkap dari pernyataan Dos Santos ialah bahwa
keterbelakangan/ketergantungan ekonomi Negara Dunia Ketiga bukan disebabkan
oleh tidak terintegrasinya ke dalam tata ekonomi kapitalisme, tetapi monopoli
modal asing, pembiayaan pembangunan dengan modal asing, serta penggunaan
teknologi maju pada tingkat internasional dan nasional mampu mencapai posisi
menguntungkan dalam interaksinya dengan negara maju, yang pada gilirannya
menjadikan Negara Dunia Ketiga mereproduksi keterbelakangan, kesengsaraan, dan
marginalisasi sosial di dalam batas kewilayahannya.Dalam hal ini tanpa
negara-negara kaya, negara-negara miskin dianggap tidak mampu untuk
meningkatkan taraf kehidupannya. Karenanya negara-negara kaya secara aktif
terus melakukan dominasi terhadap negara miskin yang dilakukan di pelbagai
sektor, seperti ekonomi, media, politik, perbankan dan keuangan, pendidikan,
dan semua aspek pembangunan sumber manusia.
Walaupun
tidak ada teori tunggal yang dapat menjelaskan teori ketergantungan, namun
tedapat tiga ciri persamaan atas definisi yang disepakati oleh para ahli teori
ketergantungan. Pertama, ketergantungan membentuk sistem internasional yang
terdiri dari dua negara yang digambarkan sebagai dominan/tergantung,
pusat/periferi atau metropolitan/satelit. Negara-negara dominan adalah negara
maju yang mempunyai kemajuan industri dan tergabung dalam Organisasi Kerjasama
Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Sedangkan negara-negara tergantung adalah
Amerika Latin, Asia dan Afrika yang memiliki pendapatan per kapita yang rendah
serta bergantung sepenuhnya kepada ekspor satu jenis komoditi untuk memperoleh
devisa (foreign exchange).
Kedua,
memiliki asumsi yang sama bahwa adanya kekuatan (dorongan) dari luar merupakan
satu-satunya aktivtas ekonomi yang penting di dalam negara-negara yang
bergantung. Kekuatan luar ini termasuklah Perusahaan Multi National (MNC’s)
MNC, pasar komoditi internasional, bantuan luar negeri, komunikasi dan berbagai
bentuk lainnya yang oleh negara-negara maju digunakan untuk kepentingan ekonomi
mereka di luar negeri.
Ketiga,
pengertian ketergantungan menunjukkan bahwa hubungan antara negara yang
mendominan dan yang bergantung adalah dinamis, karena interaksi antara dua
negara bukan hanya untuk saling menguatkan, tetapi juga untuk meningkatkan pola/corak
yang tidak merata dalam pembagian ekonomi.
Dari
analisa yang dikemukakan diatas maka fungsi teori defedensidapat
dikemukakan sebagai berikut :
1.
Fungsi Menerangkan
Makna
yang dapat ditangkap dari pernyataan Dos Santos ialah bahwa
keterbelakangan/ketergantungan ekonomi Negara Dunia Ketiga bukan disebabkan
oleh tidak terintegrasinya ke dalam tata ekonomi kapitalisme, tetapi monopoli
modal asing, pembiayaan pembangunan dengan modal asing, serta penggunaan
teknologi maju pada tingkat internasional dan nasional mampu mencapai posisi
menguntungkan dalam interaksinya dengan negara maju, yang pada gilirannya
menjadikan Negara Dunia Ketiga mereproduksi keterbelakangan, kesengsaraan, dan
marginalisasi sosial di dalam batas kewilayahannya. Dalam hal ini tanpa
negara-negara kaya, negara-negara miskin dianggap tidak mampu untuk
meningkatkan taraf kehidupannya. Karenanya negara-negara kaya secara aktif
terus melakukan dominasi terhadap negara miskin yang dilakukan di pelbagai
sektor, seperti ekonomi, media, politik, perbankan dan keuangan, pendidikan,
dan semua aspek pembangunan sumber manusia.
2.
Fungsi Menjelaskan
Teori
ini menjelaskan tentang ketergantungan timbal balik antar institusi yang
memegang kekuasaan dan integrasi media terhadap timbal balik antar institusi
yang memegang kekuasaan dan integasi media terhadap kekuasaan sosial dan
otoritas. Teori ini juga menjelaskan bahwa isi media cenderung melayani
kepentingan pemegang kekuasaan politik dan ekonomi. Namun demikian, meskipun
media tidak bisa diharapkan menyuguhkan pandangan kritis atau tinjauan lain,
menyangkut masalah kehidupan, media tetap memiliki kecenderungan untuk membantu
publik bebas dalam menerima keberadaannya sebagaimana adanya.
Teori
ketergantungan dapat menjelaskan
penyebab mengapa negara-negara miskin terus menjadi miskin. Adapun pendekatan
tradisional neo-klasik tidak pernah melihat isu kemiskinan ini, sebaliknya
mengatakan negara-negara miskin terlalu lambat untuk mengubah perekonomian
mereka dengan mempelajari teknik-teknik ekonomi modern yang dapat membuat
kemiskinan mereka menjadi berkurang (terhapus). Sedangkan penganut faham teori
Marxis melihat kemiskinan yang berlanjut ini sebagai eksploitasi dari
kapitalis.
3.
Fungsi Meramalkan
Teori
ini meramalkan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal dari
media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan serta
mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun perlu
digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergantungan yang sama terhadap
semua media. Lalu apa yang sebenarnya melandasi ketergantungan khalayak
terhadap media massa? Karena Media mampu membangun persepsi masyarakat terhadap
sesuatu hal, misalnya pembangunan persepsi yang berkaitan dengan para pemegang
kekuasaan. Ketika media membangun persepsi tentang hal-hal yang buruk terhadap
masyarakat oleh pemegang kekuasan, maka pemegang kekuasaan akan berusaha
mengembalikan atau membalikan persepsi tersebut melalui media pula.
4.
Fungsi Memberikan Pandangan
Teori
ketergantungan ini mampu memberikan pandangan kepada masyarakat terhadap
sesuatu hal, dan pandangan tersebut jelas sangat erat kaitannya dengan
ketergantungan masyarakat akan sebuah media massa. Ketika media membangun
persepsi tentang hal-hal yang buruk terhadap masyarakat oleh pemegang kekuasan,
maka pemegang kekuasaan akan berusaha mengembalikan atau membalikan persepsi
tersebut melalui media pula.
5. Fungsi Memberikan Strategi
Teori
ketergantungan memberikan strategi tentang khalayak akan menjadi lebih
tergantung terhadap media yang telah memenuhi berbagai kebutuhan khalayak
bersangkutan dibanding pada media yang menyediakan hanya beberapa kebutuhan
saja. Jika kita misalkan Anda mengikuti perkembangan persaingan antara Manchester
United, Arsenal dan Chelsea secara serius, Anda mungkin akan menjadi tergantung
pada tayangan langsung Liga Inggris di TV7, atau bila anda menyukai gosip, anda
akan menyaksikan acara infotement, insert, dan orang ini kemungkinan sama
sekali tidak peduli berita tentang politik dimetro maupun TV1.
Teori
ini menunjukkan sistem media dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan
khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat. Pada gilirannya hal ini akan
mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai media, sehingga bukan sumber media
massa yang menciptakan ketergantungan, melainkan kondisi sosial. Sebagai
contoh, bila negara dalam keadaan tidak stabil, anda akan lebih bergantung/
percaya pada koran untuk mengetahui informasi jumlah korban bentrok fisik
antara pihak keamanan dan pengunjuk rasa, sedangkan bila keadaan negara stabil,
ketergantungan seseorang akan media bisa turun dan individu akan lebih
bergantung pada institusi - institusi negara atau masyarakat untuk informasi.
Sebagai contoh di Malaysia dan Singapura dimana penguasa memiliki pengaruh
besar atas pendapat rakyatnya, pemberitaan media membosankan karena segala
sesuatu tidak bebas untuk digali, dibahas, atau dibesar-besarkan, sehingga
masyarakat lebih mempercayai pemerintah sebagai sumber informasi mereka. Sumber
pendekatan dalam memahami komunikasi pun tidak hanya mengacu pada teori semata,
tetapi juga memperhitungkan aliran dan model apa yang dipakai. Aliran yang
dipakai antara lain aliran proses dan semiotika. Untuk mengukur efek yang ditimbulkan
media massa terhadap khalayak, ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu
riset eksperimen, survey dan riset etnografi
.
Kritik Terhadap Teori Ketergantungan
Untuk
melakukan kritik terhadap teori ini tidaksecara langsungmemunculkan pertanyaan
apakah ada level yang ideal dari ketergantungan media. Apakah orang Amerika
saat ini terlalu bergantung atau terlalu mandiri pada media? Apakah trennya
mengarah pada kenaikan atau penurunan ketergantungan? Apakah mediabaru
meningkatkan ketegantungan kita atau membuat kita lebih mandiri? Bagaimanakah
teknologi yang dikontrol pengguna seperti Internet, personal digital assistants
(PDA), dan apakah lima ratus saluran siaran satelit mengubah ketergantungan
serta kemandirian?
Ball-Rokeach dan koleganya telah
memerikan sebuah teori inovatif yang mengangkat beberapa pertanyaan tersebut.
Dalam beberapa hal merupakan pembaruan terhadap teori ini, tetapi membuat
ketergantungan antara system media dan system antarpribadi semakin jelas
terlihat. Teori ini berpendapat bahwa komunitas yang kuat dnberkembang
membutuhkan infrastruktur komunikasi (termasuk komunikasiyang termediasi dan
komunikasi antarpribadi) yang didasarkan pada sekeliling sistem storytelling.
System ni menyediakan individu dengan narasi yang membuat mereka mempelajari
satu sama lain juga dunia social dan memndukung system storytelling ini.di
dalam sebuah kawasan tempat tinggal infrastruktur komunikasi yang efektif,
diskusi-diskusi “mengubah orang-orang dari hanya penduduk menjadi bagian darimasyarakat[9]”
Sorin Matei dan Sandra Ball-Rokeach melihat peran Internet di lingkungan etnis
tertentu di Los Angles.mereka mencoba memastikn bagaimana infrastruktur
komunikasiterkait dengan perasaan “saling memiliki” oleh warga. Mereka
menemukan bahwa Internet terkait dengan “perasaan memiliki” di dalam sebuah
lingkungan berbahasa Inggris,kecualilingkungan keturunan Asia atau Hispanik.di
tempat tempattersebut, penggunaan Internet sama dengan penggunaan media massa
dansangat baik dalam mendukung pembauran etnis[10] .
Kemudian
untuk menguji seberapa jauh relevansi teori ketergantungan bagi penerapan pembangunan di negara dunia
ketiga, kiranya perlu dikemukakan pandangan yang sifatnya critikal terhadap
teori tersebut. Beberapa pokok pikirannya sebagai berikut:
1. Pendekatan
ketergantungan dan keterbelakangan sendiri tidak mempunyai dasar pijakan teori
yang kuat dan tidak mewakili gagasan yang utuh untuk menggantikan ide
modernisasi;2. Pendekatan ketergantungan bersembunyi di balik dalil-dalil
Marxis. Debat yang mereka lakukan dipusatkan pada perbedaan antara modes of
production dan exchange relations;3. Gagasan-gagasan teori ketergantungan dan
keterbelakangan gagal memberikan jalan keluar yang tepat untuk menemukan ide
baru menggantikan gagasan modernisasi;4.Pendekatan ketergantungan dan
keterbelakangan gagal mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di
sejumlah dunia ketiga, khususnya New
Industrializing Countries (NICs).
Robert
A. Packenham mengajukan kritik atas
teori ketergantungan dengan menyebutkan kekuatan teori ketergantungan dan
kelemahan teori ketergantungan. Menurut Packenham, kekuatan teori
ketergantungan antara lain:
1. Menekankan
pada aspek internasional.
2.
Mempersoalkan akibat dari politik luar negeri (industri terhadap pinggiran).
3. Mengkaitkan perubahan
internal negara pinggiran dengan politik luar negeri negara maju.
4. Mengaitkan
antara analisis ekonomi dengan analisis politik.
5. Membahas
antarkelas dalam negeri dan hubungan kelas antarnegara dalam konteks
internasional.
6. Memberikan
definisi yang berbeda tentang pembangunan ekonomi (tentang kelas-kelas sosial,
antardaerah dan antarnegara).
Sedangkan
kelemahan teori dependensi antara lain:
1. Hanya
menyalahkan kapitalisme.
2. Konsep kunci
yang kurang jelas termasuk istilah “ketergantungan”.
3.
Ketergantungan dianggap sebagai konsep yang dikotomis.
4. Tidak ada
kemungkinan lepas dari ketergantungan.
5.
Ketergantungan dianggap sebagai sesuatu yang negatif.
6.
Ketergantungan tidak melihat aspek psikologis.
7.
Ketergantungan menyepelekan konsep nasionalisme.
8. Teori
Ketergantungan sangat normatif dan subyektif.
9. Hubungan
antarnegara dalam teori ketergantungan bersifat zero-sum game (kalau yang satu
untung, yang lain rugi), padahal kenyataannya tidak ada hubungan yang bersifat
seperti itu.
10. Karena
konsepnya tidak jelas maka tidak dapat diuji kebenarannya, sehingga teori ini
menjadi tautologies (selalu benar).
11. Menganggap
aktor politik sebagai boneka dari kepentingan modal asing.
12. Kajian yang
kurang rinci dan tajam akibatnya teori ini kurang dapat dipergunakan untuk
menganalisis dengan tajam.
Penutup
Dari
hasil analisa yang dikembangkan maka dapat dikemukakan bahwa Teori
Ketergantungan sampai sekarang masih
relevan dijadikan sebagai referensi didalam melakukan penelitian. Hal
ini terbukti dengan semakin meningkatnya masyarakat yang tergantung kepada
media. Hal yang besar sampai yang sekecil apapun masyarakat saat ini tidak lupa
menjadikan media sebagai tolak ukur dalam mendapatkan kebenaran yang ingin
dicapai.Seluruh aktivitas dan pemaknaan aktifitas dapat dikatakanhasil dari
ketergantungan pada media massa. Sebenarnya media massa bukan realitas yang
bebas nilai. Pada titik kesadaran pokok manusia, media selalu memuat
kepentingan. Media pada prinsipnya telah diambil sebagai realitas yang memihak.
Tentu saja media dimanfaatkan untuk memenangkan pertarungan idea, kepentingan
atau ideologi tertentu kelas tertentu. Pada titik tertentu, media pada dirinya
sudah bersifat ideologis.
Pembahasan
yang harus disadari adalah bukan hanya terletak bahwa media selalu bersifat
ideologis tapi terutama adalah kemampuan untuk membedakan antara kuasa media
itu sendiri dengan kuasa struktur makro yang secara sengaja atau tidak sengaja
merekonstruksi, merepresentasikan dan memaknai media tersebut. Dalam arti
bahwa, meski konsumen dan produsen punya opsi bagaimana media harus
disimbolisasikan dan dimaknai tetap saja ada bingkai aktivitas dan opsi mereka
yang terbentuk dan dipengaruhi oleh faktor yang berada di luar jangkauan
kendali sadar konsumen atau produsen media.
Pengenalan
dan pemahaman yang cukup komprehensif atas struktur sistem produksi media,
rasionalitas dan ideologi yang berada di balik media yang bersangkutan menjadi hal yang
penting. Diperlukan paradigma penelitian dan metode penelitian yang mampu
menelanjangi, menggali dan mengeksplorasi struktur, rasionalitas dan ideologi
yang kesemuanya bersifat laten termuat dalam sebuah teks media.
Dari
uraian analisa dan kritik yang dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa DEPENDENCY THEORYmerupakan sebuah Model.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Arief. Teori
Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta ; PT Gramedia Pustaka Utama, anggota
IKAPI.1995.
Defleur, M.I, dan Sandra
Ball-Rokeach, Theories of Mass Communication, 3thed. New York : David McKay, 1975
Heath, Robert L dan Jannings Bryant.. Human Communication Theory
and Research, Concepts, Contexts, and
Challenges. Mahwah, New Jersey – London:
Lawrence Erlbaum Associate Publisher.2000
Kuswandi, wawan, Komunikasi Massa; Sebuah Analisa Media Televisi, Jakarta:Rineka
Cipta,1993), h.104
Littlejohn, Stephen W. Theories of Human Communication. Belmont-Toronto:
Wadsworth Publishing Company. 1999
McQuail, Dennis and Sven
Windahl. Communication Models : for The Study of Mass Communication. (New
York : Longman.1996
Osvaldo Sunkel, “National Development Policy and External
Dependence in Latin America,” The Journal of Development Studies, Vol. 6, no.
1, October 1969
Sandjaya, Djuarsa, Teori Komunikasi, Jakarta : Universitas Terbuka,
1994
Theotonio Dos Santos, “The Structure of Dependence,” in K.T. Fann
and Donald C. Hodges, eds., Readings in U.S. Imperialism. Boston: Porter
Sargent, 1971
[1].
Defleur, M.I, dan Sandra Ball-Rokeach, Theories of Mass Communication, 3thed.
(New York : David McKay, 1975), h. 261-267
[2].
Kuswandi, wawan, Komunikasi Massa; Sebuah
Analisa Media Televisi,(Jakarta:Rineka Cipta,1993), h.104
[3].
Sandjaya, Djuarsa, Teori Komunikasi, (Jakarta : Universitas Terbuka, 1994), h.
56
[4].
Littlejohn, Stephen W. Theories of Human
Communication. (Belmont-Toronto: Wadsworth Publishing Company. 1999), h. 213
[5].McQuail,
Dennis and Sven Windahl. Communication Models : for The Study of Mass
Communication. (New York : Longman.1996),
h. 168-176
[6].
Heath, Robert L dan Jannings Bryant.. Human
Communication Theory and Research,
Concepts, Contexts, and Challenges.
Mahwah,(New Jersey – London: Lawrence Erlbaum Associate Publisher.2000),h.
265
[7]Osvaldo
Sunkel, “National Development Policy and External Dependence in Latin America,”
The Journal of Development Studies, Vol. 6, no. 1, October 1969, p. 23).
[8]Theotonio
Dos Santos, “The Structure of Dependence,” in K.T. Fann and Donald C. Hodges,
eds., Readings in U.S. Imperialism. Boston: Porter Sargent, 1971, p. 226
[10].
Ibid, h. 267
Tidak ada komentar:
Posting Komentar