Rabu, 11 Januari 2012

Pengaruh Komunikasi Massa Terhadap Masyarakat dan Budaya
Teori Norma-norma Sosial
 Oleh : Maryadi

A. Pendahuluan
Citra komunikasi yang memiliki multi makna, multi defenisi dan multi dimensi  memberikan wawasan atau cara pandang dalam mengkonseptualisasikan komunikasi sebagai teori.  Pengertian teori dalam komunikasi pada dasarnya merupakan penjelasan logis dan empiris tentang suatu fenomena peristiwa komunikasi dalam kehidupan manusia. Peristiwa dimaksud mencakup produksi, proses, dan pengaruh dari sistem – sistem tanda dan lambang yang terjadi dalam kehidupan manusia. Penjelasan dalam teori ada yang menfokuskan pada orang/pelaku yang menunjuk pada factor-faktor internal yang ada dalam diri seseorang dan penjelasan yang menfokuskan pada situasi menunjuk pada factor-faktor yang ada diluar diri orang tersebut[1].
Teori norma sosial merupakan teori yang mempunyai pengaruh didalam memahami fakta sosial, seperti kebiasaan manusia didalam berhubungan dengan lingkungan, juga pemahaman terhadap cara – cara orang berfikir atau bertindak. Adapun norma-norma sosial mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda, ada norma yang lemah,  yang sedang sampai yang terkuat daya ikatnya. Dalam membedakan kekuatan mengikat norma – norma tersebut menurut Soerjono Soekanto, secara sosiologis dikenal ada  empat tingkatan norma sosial, yaitu:
 1) cara (usage), Cara adalah suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam suatu masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus. Contoh: cara makan yang wajar dan baik apabila tidak mengeluarkan suara seperti hewan.  
2) kebiasaan ( folkways), Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan benar. Contoh: Memberi hadiah kepada orang-orang yang berprestasi dalam suatu kegiatan atau kedudukan, memakai baju yang bagus pada waktu pesta. kesopanan dalam berperilaku / berpenampilan sopan.
3) tatakelakuan (mores) Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsur memaksa atau melarang suatu perbuatan. Contoh: Melarang pembunuhan, pemerkosaan, atau menikahi saudara kandung.
4) adat istiadat ( custem). Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya.
Masing masing- pengertian ini mempunyai kekuatan yang berbeda, karena menunjuk pada  kekuatan memaksa yang  lebih besar agar mentaati norma[2].
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dalam pembahasan tema ini, maka dalam tulisan ini diuraikan sub-sub penting yang menyangkut ruang lingkup teori norma-norma sosial dengan sistematika pembahasan : Pengertian Norma sosial, Pengertian dan Latar Belakang Teori Norma-norma Sosial, Analisis Kelayakan Teori Norma-norma Sosial, Aplikasi Teori Norma-norma Sosial dan Kriktik terhadap Teori Norma-norma Sosial.
B. Pengertian Norma Sosial
Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan.
Norma sosial merupakan fakta yang ada dalam masyarakat berupa harapan-harapan masyarakat berkaitan dengan tingkah laku yang seharusnya dilakukan seseorang. Ada dua bentuk norma sosial yang memotivasi seseorang untuk melakukan suatu perbuatan, yaitu norma timbal balik (The Reciprocity Norm) dan norma tanggung jawab (The Social Responsibility Norm).   Norma timbal balik adalah salah satu norma yang bersifat universal. Norma timbal balik, yaitu seseorang harus menolong orang yang pernah menolongnya. Hal ini menyiratkan adanya prinsip balas budi dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, seseorang harus menolong orang lain karena kelak di masa mendatang, ia akan ditolong oleh orang lain atau ia pernah ditolong orang pada masa sebelumnya. Norma ini berlaku untuk hubungan sosial yang bersifat setara. Norma tanggung jawab sosial memotivasi orang untuk memberikan bantuannya kepada orang-orang yang lebih lemah dari dirinya, misalnya membantu orang yang cacat, membantu orang yang sudah tua, atau seorang anak membantu adiknya yang lebih kecil ketika terjatuh untk bangun kembali. Contohnya adalah kasih ibu kepada anaknya, merupakan bagian dari tanggung jawab sosial ibu kepada anak. Seorang ibu bisa saja menelantarkan anaknya demi kebahagiaan pribadinya, tapi ibu yang baik akan bertanggung jawab kepada kehidupan anaknya sampai anak tersebut bisa menafkahi dirinya sendiri[3].
Norma sosial sebagai kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan.
Norma sosial di masyarakat dibedakan menurut aspek-aspek tertentu tetapi saling berhubungan antara satu aspek dengan aspek yang lainnya. Pembagian tersebut adalah sebagai berikut[4]:
1. Norma agama adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak sebagaimana penafsirannya dan tidak dapat ditawar-tawar atau diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan.  Misalnya: Melakukan Sholat, tidak berbohong, tidak boleh mencuri, dan lain sebagainya.
2. Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan apa pula yang dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik (dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi). Misalnya  Orang yang berhubungan intim di tempat umum akan dicap tidak susila, melecehkan wanita atau laki-laki di depan orang.
3. Norma kesopanan adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Contoh: Tidak meludah di sembarang tempat, memberi atau menerima sesuatu dengan tangan kanan, tidak kencing di sembarang tempat
4. Norma kebiasaan adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang sehingga perilaku tersebut menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat celaan, kritik, sampai pengucilan secara batin. Contoh: Membawa oleh-oleh apabila pulang dari suatu tempat, bersalaman ketika bertemu
5. Kode etik adalah tatanan etika yang disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Contoh: kode etik jurnalistik, kode etik perwira, kode etik kedokteran. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.
Norma agama dan norma kesusilaan berlaku secara luas di setiap kelompok masyarakat bagaimanapun tingkat peradabannya. Sedangkan norma kesopanan dan norma kebiasaan biasanya hanya dipelihara atau dijaga oleh sekelompok kecil individu saja, sedangkan kelompok masyarakat lainnya akan mempunyai norma kesopanan dan kebiasaan yang tersendiri pula.
C. Pengertian dan Latar Belakang Teori Norma Sosial
Teori Norma Sosial merupakan teori yang mempunyai pengaruh didalam memahami fakta social. Teori ini didirikan oleh Wesley Perkins dan Alan Berkowitz pada tahun 1986 melalui studi efek yang berkaitan dengan norma-norma sosial, apakah itu ras, perilaku atau lainnya, terhadap sesama. Teori ini pada awalnya difokuskan pada pengguna alkohol di sekolah Lanjutan Atas dan perguruan tinggi. Perkins mencatat relevansi norma untuk memahami tatanan sosial oleh individu dan kelompok, dan bagaimana cara mempengaruhi perilaku mereka. Secara teoritis teori ini memiliki pengaruh penting dalam pemahaman tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan sosial dan telah menghasilkan pemahaman yang lebih besar dari cara orang berpikir dan bertindak[5].
Norma-norma perilaku mayoritas atau norma-norma sikap menurut teori ini, sangat dalam kaitannya dengan masyarakat lain yang membuat norma itu berasal untuk mengevaluasi diri sendiri. Hal inilah yang memungkinkan sejumlah ilmuwan sosial dan pekerja sosial untuk melakukan berbagai pendekatan masalah sosial, seperti penyalahgunaan obat, pelecehan sex, rasisme, dan alkoholik,  dengan menggunakan  teori ini. Berbagai upaya dilakukan untuk mendekati masalah dalam memahami persoalan yang lebih besar dari latar belakang tersebut, dan berusaha untuk kembali mendidik pemuda yang terimbas dengan cara memasuki lebih dalam di lingkungan sosial mereka[6].
Teori norma sosial berpendapat bahwa norma-norma perilaku individu dipengaruhi oleh persepsi yang salah tentang bagaimana anggota dari suatu kelompok sosial berpikir dan bertindak[7].  Penelitian telah menunjukkan bahwa individu-individu, terutama remaja dan dewasa muda, sering melebih-lebihkan sikap permisif atau perilaku yang berhubungan dengan alkohol, penggunaan narkoba, dan perilaku masalah lain. Sebaliknya, individu sering meremehkan prevalensi sikap dan prilaku yang sehat[8]. Ini menghambat seseorang untuk terlibat dalam perilaku positif. Mispersepsi ini meluas ke arah yang lebih luas dari sikap dan perilaku, termasuk penggunaan alkohol dan narkoba, penggunaan tembakau, perilaku seksual berisiko tinggi, pelecehan seksual, homofobia, iklim akademis, makan teratur dan distorsi citra tubuh, dan prasangka[9]
Singkatnya, prinsip utama dari teori norma-norma sosial adalah bahwa persepsi mengoreksi kemungkinan akan mengakibatkan masalah perilaku menurun dan meningkatnya prevalensi perilaku sehat. Penelitian yang ekstensif telah menunjukkan bahwa pengaruh teman sebaya lebih didasarkan pada apa yang kita pikir rekan-rekan kita percaya dan melakukan (yaitu, norma dirasakan) dari pada keyakinan dan tindakan nyata mereka (yaitu, norma yang sebenarnya). Dengan menyajikan informasi yang benar dan akurat tentang norma-norma kelompok sebaya dalam mode dipercaya, mitologi norma dirasakan adalah ditinggalkan dan norma sehat yang sebenarnya diadopsi. Pada akhirnya, ini mengarah ke sikap yang lebih sehat dan perilaku.
Analisis Kelayakan Teori Norma-norma Sosial
Teori Norma Sosial secara teoritis memiliki pengaruh penting dalam pemahaman tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan sosial dan telah menghasilkan pemahaman yang lebih besar dari cara orang berpikir dan bertindak. Norma-norma perilaku kelompok mayoritas atau norma-norma sikap yang menurut teori ini sangat dalam kaitannya dengan massa "lain" yang membuat "norma" dari mana untuk mengevaluasi diri sendiri. Hal ini telah memungkinkan sejumlah ilmuwan sosial dan pekerja sosial untuk melakukan berbagai pendekatan masalah sosial, seperti penyalahgunaan obat terlarang,  pelecehan sexual, rasisme, pecandu alcohol. Melalui teori ini pula dillakukan  pendekatan untuk mencari solusi  permasalahan dengan pemahaman yang lebih besar dari latar belakang, dan berusaha untuk kembali mendidik pemuda dengan cara yang lebih dalam memasuki lingkungan sosial mereka.
Teori Norma Sosial telah diadopsi oleh banyak ilmuwan sosial di bidang sosiologi, psikologi dan antropologi.  Hal ini mungkin yang paling sering terlihat dalam sosiologi, namun. Hal ini diterapkan untuk menguraikan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang mengatur pemikiran sosial dan perilaku dalam kelompok masyarakat. Pendekatan ini banyak digunakan untuk memecahkan, memperbaiki atau memodifikasi perilaku sosial dari kelompok-kelompok social dan telah diperluas ke sejumlah penyakit sosial . Namun, sebagai pendekatan teoretis, sosiolog Derek L. Phillips menyatakan bahwa kebenaran dan pengetahuan didefinisikan, dikendalikan oleh kesepakatan kelompok ,yang tidak jauh dari pemikiran dan kewenangan organisasi.
Aplikasi Teori Norma-norma Sosial
Aplikasi Teori Norma-norma Sosial mungkin yang paling sering terlihat dalam sosiologi. Hal ini diterapkan untuk menguraikan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang mengatur pemikiran sosial dan perilaku dalam kelompok masyarakat.  Pendekatan ini banyak digunakan untuk memecahkan, memperbaiki atau memodifikasi perilaku sosial dari kelompok-kelompok dan telah diperluas ke sejumlah penyakit  social. Teori ini juga telah diterapkan oleh sosiolog dan antropolog untuk rasisme, yang paling menonjol pada 1990-an selama munculnya "kegelapan" atau "putih" studi di akademisi.
Teori normatif diterapkan, misalnya, oleh antropolog Ellen Weech untuk mempelajari perasaan positif atau negatif dalam hal "kegelapan" di sekolah. Menggunakan serangkaian tes, ia mewawancarai anak-anak sekolah tentang perasaan mereka terhadap boneka hitam atau boneka putihdi lingkungan dominan putih dan menemukan bahwa anak-anak putih dan hitam memiliki perasaan yang lebih positif terhadap "putih" boneka-boneka dari "hitam" boneka.
 Teori norma sosial mengemukakan bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh persepsi seringkali salah tentang bagaimana anggota lain dari kelompok sosial kita berpikir dan bertindak (Berkowitz, 2004). Penelitian telah menunjukkan bahwa individu-individu, terutama remaja dan dewasa muda, sering melebih-lebihkan sikap permisif peer atau perilaku sehubungan dengan alkohol, penggunaan narkoba, dan masalah perilaku lainnya. Sebaliknya, individu sering meremehkan prevalensi sikap yang sehat dan perilaku[10]  Ini menghambat orang dari melakukan perilaku positif. Mispersepsi ini meluas ke array yang luas dari sikap dan perilaku, termasuk penggunaan alkohol dan narkoba, penggunaan tembakau, perilaku seksual berisiko, penyerangan seksual, homofobia, iklim akademis, makan teratur dan distorsi citra tubuh, dan prasangka[11]
Pengaruh teman sebaya, yang diukur dengan persepsi perilaku rekan atau sikap, yang konsisten di antara faktor-faktor yang paling sangat terkait dengan keyakinan individu dan perilaku[12]. Asosiasi ini biasanya lebih kuat daripada mereka untuk ris1. Norma timbal balik (the reciprocity norm). Sosiolog Alvin Gouldner (1960), dikutip dalam Myers (1996) dan Sarwono (2002), mengemukakan bahwa salah satu norma yang bersifat universal adalah norma timbal balik, yaitu seseorang harus menolong orang yang pernah menolongnya. Hal ini menyiratkan adanya prinsip balas budi dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, seseorang harus menolong orang lain karena kelak di masa mendatang, ia akan ditolong oleh orang lain atau ia pernah ditolong orang pada masa sebelumnya. Norma ini berlaku untuk hubungan sosial yang bersifat setara. Untuk hubungan sosial yang tidak setara, misalnya daengan anak-anak dan orang cacat, berlaku norma tanggung jawab sosial[13]
Contohnya teman kita yang membutuhkan bantuan, tentunya akan kita bantu sehingga jika suatu saat kita butuh bantuan. Kita bisa meminta bantuan kepada teman kita itu. dalam hal ini misalnya teman kita butuh bantuan untuk mengerjakan soal, kita memberikan pertolongan dengan membantunya untuk memahami soal tersebut, sehingga kelak jika kita kesulitan dalam mengerjakan soal, maka teman kita itu mau membantu kita juga.
2. Norma tanggung jawab sosial (the social-responsibility norm)
Bila norma timbal balik mengharuskan seseorang berbuat seimbang (antara memberi dan menerima) di dalam sebuah hubungan sosial, maka dalam norma tanggung jawab sosial, orang harus memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan pertolongan tanpa mengharapkan balasan di masa datang (Schwartz, 1975 dalam Sarwono 2002). Norma ini memotivasi orang untuk memberikan bantuannya kepada orang-orang yang lebih lemah dari dirinya, misalnya membantu orang yang cacat, membantu orang yang sudah tua, atau seorang anak membantu adiknya yang lebih kecil ketika terjatuh untk bangun kembali.
Contohnya adalah kasih ibu kepada anaknya, merupakan bagian dari tanggung jawab sosial ibu kepada anak. Seorang ibu bisa saja menelantarkan anaknya demi kebahagiaannya pribadinya, tapi ibu yang baik akan bertanggung jawab kepada kehidupan anaknya sampai anak tersebut bisa menafkahi dirinya sendiri.
3. Teori Norma-Norma Budaya
Teori ini menganggap bahwa pesan/informasi yang disampaikan oleh media massa dengan cara-cara tertentu dapat menimbulkan tafsiran yang berbeda-beda oleh masyarakat sesuai dengan budayanya. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa media mempengaruhi sikap individu tersebut. Ada beberapa cara yang ditempuh oleh media massa dalam mempengaruhi norma-norma budaya. Pertama, informasi yang disampaikan dapat memperkuat pola-pola budaya yang berlaku serta meyakinkan masyarakat bahwa budaya tersebut masih berlaku dan harus di patuhi. Kedua, media massa dapat menciptakan budaya-budaya baru yang dapat melengkapi atau menyempurnakan budaya lama yang tidak bertentangan. Ketiga, media massa dapat merubah norma-norma budaya yang telah ada dan berlaku sejak lama serta mengubah perilaku masyarakat itu sendiri.iko yang diakui banyak lainnya dan faktor pelindung, include Tactics
Kriktik terhadap Teori Norma-norma Sosial.
Ketika manusia telah mengalami kemajuan yang sedemikian pesat. Modernitas manusia sudah tidak terelakkan lagi. Manusia dalam titik kemajuan modernitas, telah dihantar pada sebuah situasi yang sedemikian krusial. Modernitas telah membawa manusia pada kemajuan teknologi yang sedemikian pesat. Teknologi modern sudah menjadi alat perpanjangan tangan manusia. Manusia semakin dipermudah oleh sarana-sarana teknologi yang ada.  Bahkan, teknologi telah merasuki simpul-simpul kesenangan dan simbolisasi manusia. Kehidupan manusia bisa sedemikian nyaman dan aman sehingga manusia “bisa tidur nyenyak” dalam keterbatasannya sebagai manusia. Giddens pernah menyatakan situasi semacam ini sebagai ontological security. Modernitas, komunikasi dan teknologi modern telah melahirkan kisah kebebasan beragama, kemajuan transpotasi, perkembangan teknologi informasi, keterjaminan pangan, penerangan listrik, komunitas melting pot, dan masih banyak lagi.
Teknologi, komunikasi dan modernitas telah mencanangkan janji dan ideologi kehidupan manusia yang lebih baik, membuat manusia semakin pintar,lebih bahagia dan sebagainya[14].  Tapi di lain pihak, modernitas, komunikasi dan teknologi tidak bisa dipisahkan dengan aspek-aspek negatif yang dihasilkannya. Modernitas yang menjanjikan kebahagiaan juga tetap meninggalkan jejak pengasingan manusia[15]. Dalam akumulasi kemajuan teknologi yang ada, tetap dilihat sebuah proses dimana manusia dibuat mabuk kepayang oleh modernitas, komunikasi dan teknologimodern. Segala teknologi, industri komunikasi dan gaya hidup modern bisamengucilkan, memencilkan, mengaburkan dan menghancurkan martabat manusia.Industri dan modernitas bisa membawa pada keterasingan manusia. Maka diperlukan sebuah sarana untuk menjadi pisau analisa untuk bisa mengkritisi dan melihat secara arif kemajuan demi kemajuan yang telah manusia peroleh. Manusia boleh memanfaatkan kemajuan kehidupan modern, tapi manusia tetap menjadi subjek dalam setiap proses kemajuan yang ada. Sejarah ilmu pengetahuan pada umumnya, dan filsafat pada khususnya – mencatat bahwaTeori Kritis yang berbasis para intelektual Sekolah Frankfurt Jerman telah memberikan kontribusi yang cukup memadai dalam melihat dan memahami modernitas manusia.
Aliran Frankfurt atau sering dikenal sebagai Mazhab Frankfurt (dieFrankfurter Schule) merupakan sekelompok pemikir sosial yang muncul dari lingkungan Institut für Sozialforschung Universitas Frankfurt. Para pemikir sosial Frankfurt ini membuat refleksi sosial kritis mengenai masyarakat pasca-industri dan konsep tentang rasionalitas yang ikut membentuk dan mempengaruhi tindakan masyarakat tersebut. Cara berpikir aliran Frankfurt dapat dikatakan sebagai teori kritik masyarakat atau eine Kritische Theorie der Gesselschaft. Maksud teori ini adalah membebaskan manusia dari manipulasi teknokrasi modern. Khas pula apabila teori ini berinspirasi pada pemikiran dasar Karl Marx, meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa inspirasi Teori Kritis banyak didialogkan dengan aliran-aliran besar filsafat – khususnya filsafat sosial pada waktu itu5. Sejak semula, Sekolah Frankfurt menjadikan pemikiran Marx sebagai titik tolak pemikiran sosialnya. Tapi yang perlu harus diingat adalah bahwa Sekolah Frankfurt tetap mengambil semangat dan alur dasar pemikiran filosofis idealisme Jerman, yang dimulai dari pemikiran kritisismeideal Immanuel Kant sampai pada puncak pemikiran kritisisme historisdialektisnya Georg William Friederich Hegel. Dengan sangat cerdas, sebagian besar pemikir dalam sekolah Franfurt berdialog dengan Karl Marx, Hegel dan I.Kant.
Penutup
Teori Norma Sosial, telah menjadi sebuah terobosan dalam upaya untuk menghilangkan perilaku sosial berbahaya melalui pemahaman dan meluruskan perilaku menyimpang dalam kaitannya dengan norma sosial. Meskipun sebagian besar teori ini telah digunakan untuk penyalahgunaan obat dan alkohol, teori ini juga meluas ke banyak ilmu-ilmu sosial lainnya, yang digunakan didalam memahami bagaimana prilaku kelompok berhubungan, dan paham dalam hubungan  bersama secara kolektif atau berkelompok.
Referensi :
Benhabib, Seyla, 1986, CRITIQUE, NORM, AND UTOPIA: A Study ofThe Foundation of Critical Theory, New York, Columbia University Press

Berkowitz, AD 2004. Gambaran Umum Pendekatan Norma Sosial. Untuk dipublikasikan sebagai Bab 13 dalam L Lederman, L Stewart, F Goodhart dan L Laitman: Mengubah Budaya Minum College: Sebuah Kampanye Pencegahan Terletak sosial, Hampton Press.Direferensikan di http://www.alanberkowitz.com/articles/social_norms_short.pdf.

Berkowitz, AD 1997 Dari Reaktif untuk Pencegahan Proaktif: Mempromosikan Ekologi Kesehatan di Kampus. Dalam P. Clayton Rivers dan Elise R. Shore (Eds) Penyalahgunaan Zat di Kampus: Sebuah Buku Pegangan untuk Personil College dan Universitas. Westport, CT: Greenwood Press.

Berkowitz, AD & Perkins, HW 1986. Masalah Minum antar  Mahasiswa: Sebuah Tinjauan Riset terbaru. Jurnal American College Health

Borsari, BB & Carey, KB 2003. Deskriptif dan injunctive Norma di Minum College: Sebuah Meta-Analisis Integrasi. Jurnal Studi Alkohol

Djuarsa Sandjaya, 2005, Teori Komunikasi, Jakarta, Universitas Terbuka

Perkins, HW & Craig, DW 2002. Sebuah Norma Sosial multifaset Pendekatan untuk Mengurangi Resiko Tinggi Minum: Pelajaran dari Hobart dan Smith William Kolese. Pendidikan Tinggi Pusat Pencegahan Alkohol dan Obat Lainnya

Perkins HW, Meilman P, Leichliter JS, Cashin JR, C. Presley, 1999. kesalahan persepsi dari norma-norma untuk frekuensi alkohol dan penggunaan narkoba di kampus-kampus lainnya. Jurnal American College Kesehatan

Soerjono Soekanto, 1990, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas










[1] Djuarsa Sandjaya, 2005, Teori Komunikasi, Jakarta, Universitas Terbuka, h. 1.11
[2] Soerjono Soekanto, 1990, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, h.200
[3]. Myers, 1996; Sarwono, 2002
[4]. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
[5] Berkowitz, 2004
[6] Berkowitz, 1997; Borsari & Carey, 2003
[7] Berkowitz, 2004
[8]. Perkins, Meilman, Leichliter, Cashin, & Presley, 1999; Perkins & Wechsler, 1996
[9] Berkowitz, 2004.
[10].  (Perkins, Meilman, Leichliter, Cashin, & Presley, 1999; Perkins & Wechsler, 1996).
[11] Berkowitz, 2004.
[12] Berkowitz & Perkins, 1986
[13] (Myers, 1996; Sarwono, 2002).
[14] Benhabib, Seyla, 1986, CRITIQUE, NORM, AND UTOPIA: A Study ofThe Foundation of Critical Theory, New York, Columbia University Press
[15]  Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar