Fenomena
Pornografi dan Pornoaksi
Pendahuluan
Perkembangan
dan kebebasan media massa merupakan tolok ukur kemajuan dunia informasi.
Kemajuan dunia informasi ini dapat disaksikan di seluruh belahan dunia,
termasuk di Indonesia, media cetak dan elektronik telah berkembang cukup pesat.
Secara kuantitas media seperti koran, tabloid, televisi, VCD, dan internet
sangat jauh meningkat. Namun, peningkatan ini sayangnya tidak dibarengi dengan
peningkatan kualitas. Bila dicermati isinya, banyak media yang tidak berbobot
dan terkesan hanya memenuhi alasan selera pasar. Salah satu yang ditonjolkan
adalah eksploitasi seksual. Kasus-kasus pornografi yang mencuat beberapa waktu
lalu dan sekarang juga masih terjadi adalah bukti akan rendahnya kualitas
kebanyakan media yang ada.
Terlepas
dari perdebatan tentang definisi pornografi dan pornoaksi, bila media-media itu
dicermati dari sudut pandang isi dan gambarnya, tidak ada asosiasi lain kecuali
orientasi seksual. Gambar atau foto perempuan dengan pakaian minim (bahkan ada
yang hanya ditutupi dengan daun pisang) serta narasi yang dituturkan secara
vulgar jelas-jelas tidak dapat diasosiasikan lain selain seksual. Celakanya,
media semacam ini secara bebas bisa diperoleh dengan mudah di kios-kios kecil
pinggir jalan maupun di perempatan lampu lalu lintas. Siapa pun bisa mengakses
tanpa melihat batas usia, tentu dengan harga yang sangat murah. Lahan subur
bagi berkembangnya pornografi dan pornoaksi yang sangat meresahkan adalah juga
melalui VCD. Jutaan keping VCD porno yang beredar di masyarakat, siap untuk
ditonton oleh siapa pun dan di mana pun, dan yang lebih tragis lagi saat ini
dengan hanya dengan satu flash disc. dapat menyimpan puluhan bahkan ratusan
judul film porno. Dengan hanya bermodal beberapa lembar uang ribuan, orang yang
tingkat ekonominya rendah sekalipun dapat menikmati tayangan yang sarat dengan
unsur seksual vulgar tersebut. Tayangan TV pun tidak ketinggalan mulai berani
turut ambil bagian dalam menayangkan eksploitasi seksual. Demikian juga dengan
sejumlah video klip baik dari lagu-lagu Barat maupun dalam negeri hampir dapat
dikatakan selalu menonjolkan unsur seksual. Kasus Inul misalnya, semakin
menambah panjang daftar pornografi dan pornoaksi. Iklan dan film pun tidak jauh
berbeda. Bahkan perkembangan yang terakhir, pornografi dan pornoaksi sudah
merambah pada telepon genggam (HP)[1].
Pornografi
dan pornoaksi yang tampil dalam dunia “abstrak” di tabloid, VCD, TV, internet,
dan HP ternyata menemukan bentuk “konkret” nya di tengah masyarakat. Hadirnya
sejumlah tempat hiburan yang membuka pintu lebar-lebar bagi eksploitasi seksual
cukup untuk dikatakan “gayung bersambut”. Tempat-tempat semacam itu seakan
menjadi media penyaluran yang pas dari apa yang telah mereka lihat di tabloid,
TV, VCD, internet, maupun HP. Adanya transaksi seks di sejumlah cafe dan
diskotik bukan menjadi rahasia lagi. Kalau dulu, kehidupan seks bebas dilakukan
untuk tujuan mencari uang, tetapi sekarang sudah merambah ke arah sekedar “just
have a fun”.
Jika
kehidupan masyarakat dibombardir secara terus menerus dengan suguhan atau menu
yang tidak mengindahkan batas-batas nilai kesopanan dan kesusilaan, bukan tidak
mungkin masyarakat akan sampai pada suatu titik di mana pornografi dan
pornoaksi tidak lagi dianggap sebagai suatu yang tabu dan asusila. Masyarakat
akan menjadi terbiasa dan menganggap semua itu sebagai kewajaran. Diawali
dengan terbiasa melihat dan membaca, lama kelamaan perilaku pun berubah.
Perasaan malu sudah tidak ada lagi, dan berkembanglah sikap apatis. Akhirnya orang
merasa bebas merdeka untuk melakukan apa pun tanpa adanya kontrol masyarakat.
Lemahnya
kontrol masyarakat akan mengarah pada terbentuknya budaya permisif. Nilai-nilai
yang mendasari perilaku masyarakat sebagai tatanan yang seharusnya dijaga
menjadi terpinggirkan, atau bahkan terkikis habis. Masyarakat menjadi sangat
permisif terhadap segala bentuk penyimpangan yang terjadi, karena batasan nilai
telah memudar. Akar budaya yang menjunjung tinggi nilai dan religi menjadi
tercabut. Tidak ada lagi kata tabu, malu apalagi dosa. Ujung-ujungnya adalah
desakralisasi seks. Seks tidak lagi dipahami sebagai hal sakral yang hanya
terdapat dalam lembaga perkawinan. Seks pun menjadi ‘barang’ murahan yang bisa
dilakukan oleh siapa saja dan di mana saja. Tidak mengherankan jika kemudian
angka kelahiran di luar pernikahan saat ini semakin meningkat. Bahkan yang
lebih memprihatinkan, praktek aborsi ilegal terjadi di mana-mana dan sering
dijadikan sebagai penyelesaian akhir, meskipun disadari atau tidak berisiko
tinggi, yaitu kematian[2].
Dampak
pornografi dan pornoaksi ibarat virus yang menebarkan kanker di tubuh.
Pornografi selain hanya akan membuat pikiran berorientasi pada hal-hal yang
berbau seks, juga akan menggiring pada perubahan tata nilai. Nilai-nilai
religius akan tergusur dan kepedulian masyarakat terhadap nilai-nilai sosial
akan semakin melemah. Lebih parah lagi, perilaku yang mengutamakan
intelektualitas dan budaya tinggi berupa kreativitas dan kasih sayang berganti
menjadi budaya rendahan seperti seks dan kekerasan[3].
Pengertian
Pornografi dan Pornoaksi
Perdebatan
tentang pro kontra pornografi memang bukan hal baru. Reaksi masyarakat terhadap
pembahasan Rancangan Undang-undang Anti Pornografi yang sedang dikaji DPR RI
(waktu itu) cukup mencerminkan kondisi masyarakat dalam menyikapi pornografi.
Salah satu masalah krusial yang tak kunjung usai diperdebatkan adalah masalah
batasan pornografi itu sendiri. Oleh karena itu perlu dilihat secara jernih
arti istilah ini.
Istilah
pornografi bila dilacak pengertiannya secara etimologis berasal dari bahasa
Yunani kuno “porne” yang berarti wanita jalang, dan “graphos” yang artinya
gambar atau lukisan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pornografi diartikan
sebagai: (1) penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau untuk
membangkitkan nafsu birahi, mempunyai kecenderungan merendahkan kaum wanita;
(2) bahan yang dirancang dengan sengaja dan semata-mata untuk membangkitkan
nafsu seks. Esther D. Reed sebagaimana yang dikutip oleh Supartingsih
berpendapat bahwa pornografi secara material menyatukan seks atau eksposur yang
berhubungan dengan kelamin sehingga dapat menurunkan martabat atau harga diri.
Menurut Owen Ogien sebagaimana yang dikutip oleh Haryatmoko, pornografi dapat
didefinisikan sebagai representasi eksplisit (gambar, tulisan, lukisan, dan
foto) dari aktivitas seksual atau hal yang tidak senonoh, mesum atau cabul yang
dimaksudkan untuk dikomunikasikan ke publik[4].
Beberapa
istilah yang sering kali dikaitkan dengan pornografi diantaranya adalah
pornokitcsh yang bermakna selera rendah; obscenity yang bermakna kecabulan,
keji dan kotor, tidak senonoh, melanggar kesusilaan dan kesopanan. Bila hal-hal
yang terkandung maknanya dalam pornografi ini diwujudkan melalui tindakan maka
itulah yang disebut dengan pornoaksi. FX. Rudi Gunawan mengidentikkan pornoaksi
dengan sexual behaviour atau perilaku seksual yang mencakup cara berpakaian
seronok, gerak-gerik dan ekspresi wajah yang menggoda, suara yang mendesah dan
majalah porno yang menampilkan gambar nude[5].
Dalam
kenyataannya, pornografi muncul dalam berbagai perwujudan, antara lain dalam
film, musik maupun tabloid/majalah/koran/buku. Pertama, film, pengertian porno
dalam hal ini adalah (a) adegan atau kesan pria atau wanita telanjang,
eksposure organ vital, ciuman, adegan, gerakan, suara persenggamaan atau kesan
persenggamaan; (b) perilaku seksual yang tampil secara fisikal, kesan dan
verbal, sentuhan, prostitusi, kontak seksual agresif dan seterusnya; (c)
kesan-kesan seksual yang ditampilkan secara tidak langsung, misal lewat
asosiasi, ilusi, sindiran atau kata-kata atau simbol-simbol, termasuk juga
penampilan wacana seksual yang jelas walau tak diadegankan secara langsung.
Kedua, musik, pengertian porno dalam hal ini adalah syair atau bunyi yang
mengantarkan atau mengesankan aktivitas dan organ seksual serta bagian-bagian
tubuh tertentu secara porno, baik secara eksplisit maupun implisit. Ketiga, tabloid
/ majalah / koran / buku, pengertian porno adalah (a) gambar atau kata-kata
yang mengeksplesitasi seks, syahwat atau penyimpangan seksual serta
gambar-gambar telanjang atau setengah telanjang sehingga perhatian pembaca
langsung tertuju pada bagian-bagian tertentu yang bisa mengakibatkan rangsangan
seksual; (b) gambar atau kata-kata yang bersifat erotis maupun yang memberikan
kemungkinan berdampak erotis[6].
Secara
kasar, pornografi merepresentasikan atau memamerkan kecabulan, khususnya
seksualitas manusia, dibuat dengan satu tujuan yaitu untuk fantasi. Tjipta
Lesmana merangkum berbagai pendapat tentang pornografi antara lain: (1)
Muhammad Said mengartikan porno adalah segala apa saja yang sengaja disajikan
dengan maksud merangsang nafsu seks orang banyak; (2) Hooge Raad berpendapat
bahwa pornografi menimbulkan pikiran jorok; (3) Jurisprudensi Mahkamah Agung
Republik Indonesia mencantumkan bahwa sesuatu dikatakan porno jika kebanyakan
anggota masyarakat menilai, berdasar standar nilai yang berlaku saat itu,
materi tadi secara keseluruhan dapat membangkitkan nafsu rendah pembaca.
Kriteria porno adalah gambar atau tulisan yang dapat membangkitkan rangsangan
seksual mereka yang melihat dan membacanya, yang melanggar rasa kesusilaan atau
kesopanan masyarakat dan oleh sebab itu tidak pantas disiapkan secara umum.
Pornografi dan
Pornoaksi dalam Pandangan Beberapa Peneliti
Tolok
ukur peradaban suatu masyarakat tercermin dari penjagaan nilai-nilai moral
dalam setiap aspek hidupnya. Pelanggaran terhadap nilai-nilai kebaikan memberi
peluang yang sangat besar bagi hancurnya sendi-sendi kehidupan masyarakat
tersebut. Pada dasarnya susunan sosial adalah susunan moral. Masyarakat disusun
menurut peraturan moral. Kegiatan akal budi yang mengarahkan manusia pada
pemahaman tentang tata cara dan perjalanan kehidupan sosial, sifat dunia
sosial, interaksi sosial antara sesama manusia, tidak dapat dikatakan lain
kecuali nilai moral itu sendiri.
Salah
satu masalah yang cukup memprihatinkan berkaitan dengan nilai-nilai sosial,
khususnya nilai moral adalah makin maraknya pornografi dan pornoaksi di tengah
masyarakat. Pornografi dan pornoaksi merupakan satu bentuk kejahatan sosial
berupa perbuatan yang diasosiasikan sebagai eksploitasi seksual rendahan.
Seksualitas pada dirinya sendiri memang mampu mengungkapkan banyak hal tentang
manusia. Kebermaknaannya meliputi banyak dimensi yakni dimensi biologis-fisik,
behavioral, klinis, psiko-sosial, sosio-kultural, dan yang tak kalah penting
adalah dimensi religius. Akan tetapi jika keseluruhan dan kesakralan maknanya
direduksikan pada nilai komersial, tentu ia menjadi masalah besar.
Pengeksploitasian seks sebagai barang komoditi mengakibatkan seseorang
berkondisi untuk memandang seks sebagai barang konsumsi. Karena itu, konsumsi
seperti ini dapat saja terjadi tanpa batas dan arah. Salah satu gejala yang
dapat dilihat adalah gaya hidup free sex yang pada saat ini telah menggoyangkan
aturan-aturan perilaku seks yang sudah mapan[7].
Pornografi
dan pornoaksi memang sudah lama diperdebatkan, diprotes, dan bahkan ditentang
banyak kalangan. Ironisnya, penyelesaian terhadap masalah ini belum menampakkan
hasil yang diharapkan. Penyelesaian umum terhambat karena terjebak pada
perdebatan tentang definisi “pornografi”. Masing-masing pihak memiliki
penafsiran yang berbeda yang dapat ditarik ulur sesuai kepentingan si penafsir.
Perangkat hukum pun belum memiliki konsep yang jelas tentang masalah ini,
akibatnya kasus-kasus pornografi pun lewat demikian saja. KUHP Indonesia
mencantumkan batasan yang sangat tidak jelas berkaitan dengan pornografi. Pasal
282 ayat 1 misalnya, tertulis: barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan menempelkan
di depan umum, tulisan atau gambaran atau benda yang telah diketahui isinya
melanggar kesusilaan, dapat dikenai pidana penjara paling lama satu tahun enam
bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah. Pasal lain
yang juga tidak banyak memberi penjelasan adalah pasal 533 ayat 1, di dalamnya
tertulis: barang siapa di tempat lalu lintas umum dengan terang-terangan
mempertunjukkan atau menempelkan tulisan dengan judul, kulit atau isi yang
dibikin terbaca, maupun gambar atau benda yang mampu membangkitkan nafsu birahi
remaja dapat diancam dengan pidana kurungan paling lama dua tahun. Kata-kata
“melanggar kesusilaan” dan “mampu membangkitkan nafsu birahi remaja”
pengertiannya sering kali ditarik ulur. Karena itu, pasal-pasal ini sering dianggap
sebagai pasal karet, artinya memiliki banyak penafsiran. Di saat perdebatan
tentang definisi masih berlangsung, bersamaan dengan itu dampak pornografi
terus menggoyang sendi-sendi kehidupan[8].
Secara
umum ada dua hal yang dapat dilihat sebagai penyebab maraknya pornografi dan
pornoaksi, yaitu budaya patriarkhi dan kepentingan komersialisme. Pornografi
yang terdapat dalam sejumlah media massa menyiratkan fungsinya sebagai meaning
maker yang sangat berperan dalam melestarikan budaya patriarkhi dengan
menonjolkan mainstream sosok perempuan yang stereotipikal. Disebut stereotip
karena ia merupakan konsepsi atau pelabelan sifat berdasarkan prasangka dan
subyektif. Umumnya ia bersifat negatif sehingga merugikan yang diberi label.
Opini yang dirugikan media massa umumnya menempatkan perempuan sebagai “makhluk
fungsional bagi laki-laki”, lebih khusus lagi untuk “kegunaan seksual”.
Eksploitasi seksual juga banyak dilakukan dengan alasan komersialisasi.
Kekuatan feminim yang bertumpu pada daya pikat dari kekenyalan otot dan
kelembutan garis-garis tubuh perempuan dianggap oleh sebagian feminis sebagai
suatu mitos yang sengaja diciptakan untuk mendukung struktur kapitalisme. Tidak
jarang dalam dunia bisnis, pengusaha menggunakan cover dan ilustrasi yang memanfaatkan
daya tarik seks (sex appeal) untuk sekadar memancing para konsumennya. Dunia
perfilman bahkan secara gamblang memanfaatkan seks untuk menjaring penonton
sebanyak-banyaknya, demikian pula gambar iklan, lukisan, lirik lagu beserta
penampilan artis-artisnya, novel serta produk-produk di berbagai bidang
lainnya.
Eksploitasi
seksual di media massa menurut kalangan feminis dipandang sebagai satu bentuk
kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh masyarakat luas. Hal ini
mengacu pada Deklarasi PBB tentang penghapusan kekerasan terhadap perempuan
yang berbunyi: kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang terjadi
dalam masyarakat luas, termasuk perkosaan, penyalahgunaan seksual, pelecehan
dan ancaman seksual di tempat kerja, dalam lembaga-lembaga pendidikan dan
sebagainya, perdagangan perempuan dan pelacuran paksa. Munculnya eksploitasi
seksual sebenarnya tidak lepas dari kontrol sosial dan negara. Lemahnya kontrol
sosial terhadap penjagaan nilai-nilai sosial memungkinkan terjadinya keruntuhan
sendi-sendi masyarakat.
Kontroversi
Seputar Pornografi
Persoalan
pornografi memang menimbulkan banyak kontroversi dalam masyarakat. Yasraf Amir
Piliang mengidentifikasi kontroversi ini ke dalam dua bagian yaitu kontroversi
semiotis dan sosiologis. Pertama, kontroversi semiotis ini terjadi di seputar
makna pornografi, batas porno atau tidak porno, batas pornografi dan
sensualitas, batas makna estetik dan non estetik. Apa yang dikatakan oleh
masyarakat sebagai porno dan amoral, oleh foto model, pengarang atau pun
pemilik media dianggap hanya sebagai sebuah bentuk estetik dan seni sensualitas
belaka. Kedua, kontroversi sosiologis, dalam hal ini gambar atau tulisan yang
disuguhkan sebagai komoditas untuk masyarakat luas tidak dapat dilihat sebagai
fenomena estetik atau semiotik belaka. Lebih dari itu, bersangkut paut dengan
persoalan ekonomi, sosial dan kebudayaan yang lebih luas, khususnya kebudayaan
massa (mass culture). Tepatnya gambar atau tulisan itu merupakan bagian
integral sebuah kontruksi sosial budaya massa dengan segala muatan ideologis di
dalamnya.
Pandangan Islam
Terhadap Pornografi dan Pornoaksi
Dalam
perspektif Islam, pembicaraan tentang pornografi tidak bisa dipisahkan dengan
pembicaraan tentang aurat, tabarruj (berpenampilan seronok), dan pakaian. Unsur
yang terpenting dalam konsep pornografi adalah melanggar kesusilaan dan
membangkitkan nafsu seks. Sedangkan dalam terminologi Islam persoalan tersebut
erat kaitannya dengan persoalan aurat dan pakaian. Karena yang disebut aurat
dalam Islam adalah bagian tubuh manusia yang tidak boleh diperlihatkan atau
harus ditutup karena dapat menimbulkan rasa malu (Q.S. an Nur [24]: 58) dan membangkitkan nafsu seks orang yang melihatnya (Q.S. al Ahzab
[33]: 59).
, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا
الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ۚ مِنْ قَبْلِ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ
ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيرَةِ وَمِنْ بَعْدِ صَلَاةِ الْعِشَاءِ ۚ ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ
لَكُمْ ۚ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌ بَعْدَهُنَّ ۚ طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ
بَعْضُكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ ۗ وَاللَّهُ
عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak
(lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di
antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu:
sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar) mu di tengah
hari dan sesudah sembahyang Isya. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas
mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada
keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan
ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS,24:58)
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ
وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ
ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya : Hai
Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri
orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena
itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.
(QS,33:59)
Sementara itu pakaian merupakan alat yang
dipergunakan untuk menutup aurat yang dimaksud. Sedangkan tabarruj menggambarkan
seseorang dalam berpakaian yang cenderung seronok atau mencirikan penampilan
orang yang tidak terhormat. Penampilan yang dimaksud merupakan gabungan dari
pemahaman seseorang tentang batasan aurat dan cara berpakaian.
Ada
beberapa ayat dan hadits yang berbicara tentang aurat, tabarruj, dan pakaian.
Ayat-ayat tersebut antara lain:
Pertama, ayat
tentang aurat, sebagaimana terdapat dalam surat an Nur [24]: 31 dan 58.
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ
أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا
ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ
أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ
أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ
لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ
مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya : Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka,
atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS,24 ; 31)
Kedua,
ayat-ayat tentang tabarruj sebagaimana tersebut dalam surat al Ahzab [33]: 33
dan an Nur [24]: 60.
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ
تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ
وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ
أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Artinya : dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu
berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan
dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya
Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (QS,33:33)
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي
لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ
مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ ۖ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ
عَلِيمٌ
Artinya : Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari
haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa
menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan
berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. (QS,24 : 60)
Ketiga, ayat
tentang pakaian sebagaimana tersebut dalam surat al Ahzab [33]: 59.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ
وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ
ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya : Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha
pengampun lagi Maha penyayang.(QS, 33:59)
Pengertian Pornografi dan porno aksi dalam Islam
Islam
memberikan definisi yang jelas dan tidak mengambang tentang pornografi dan
pornoaksi. Pornografi adalah produk grafis (tulisan, gambar, film)-baik dalam
bentuk majalah, tabloid, VCD, film-film atau acara-acara di TV, situs-situs
porno di internet, ataupun bacaan-bacaan porno lainnya-yang mengumbar sekaligus
menjual aurat, artinya aurat menjadi titik pusat perhatian. Sedangkan pornoaksi
adalah sebuah perbuatan memamerkan aurat yang digelar dan ditonton secara
langsung dari mulai aksi yang ‘biasa-biasa’ saja seperti aksi para artis di
panggung-panggung hiburan umum hingga luar biasa dan atraktif seperti tarian
telanjang atau setengah telanjang di tempat-tempat hiburan khusus
(diskotek-diskotek, klab-klab malam, dll). Tentu saja, dalam konteks pornografi
dan pornoaksi yang mengumbar aurat ini, yang dimaksud adalah aurat menurut
syariat islam Islam. Seorang wanita yang memperlihatkan sekadar rambut atau
bagian bwah kakinya, misalnya jelas termasuk orang yang mengumbar aurat. Sebab
aurat wanita dalam pandangan Islam adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan
telapak tangan[9].
Secara
fikih, menyaksikan secara langsung aurat seseorang yang bukan haknya (pornoaksi)
adalah HARAM, kecuali untuk tujuan yang dibolehkan oleh syara, misalnya memberi
pertolongan medis. Ini akan berlaku juga pada para pembuat pornografi
(kamerawan, pengarah gaya, sutradara etc.) Sementara itu sebuah benda dengan
muatan pornografi dihukumi seabagai benda yaitu mubah. Namun demikian,
kemubahan ini bisa berubah menjadi haram ketika benda (baca: sarana/wasilah)
itu dipastikan dapat menjerumuskan pada tindakan keharaman. Sebab kaidah ushul
fikih yang mu’tabar menyebutkan : Sarana yang menjerumuskan pada tindakan
keharaman adalah haram[10]
Karena
itu, kemubahan ini juga tidak berlaku untuk penyebarluasan dan propaganda
pornografi/pornoaksi yang akan memiliki dampak serius di masyarakat. Seseorang
yang dihadapkan pada suatu media porno, misalnya memang dipandang belum
melakukan aktivitas haram (karena media sebagai benda adalah mubah). Akan
tetapi, bila orang itu ikut dalam usaha membuat dan/atau menyebarkaluaskan
media porno, maka menurut syariat, dia dianggap telah melakukan aktivitas yang
haram.
Solusi Pornografi
dan Pornoaksi dalam Islam
Islam
menghargai kebebasan untuk berekspresi, namun dalam koridor syariat. Islam juga
mengakui bahwa setiap manusia memiliki naluri seksual, namun mengarahkanya
supaya disalurkan dalam cara-cara sesuai syariat. Islam sebagai mabda’
(ideologi) memiliki cara yang khas, untuk menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi manusia tanpa menelantarkan kebutuhannya yang lain, dan juga tanpa
mengabaikan kebutuhan manusia lainnya dalam masyarakat. Oleh karena itu, Islam
tidak sekedar menetapkan agar tak ada seorangpun dalam wilayah Islam yang
mengumbar aurat, kecuali dalam hal-hal yang dibenarkan syariat; namun Islam
juga memberikan satu perangkat agar ekonomi berjalan dengan benar, sehingga tak
perlu ada orang yang harus mencari nafkah dalam bisnis pornografi/pornoaksi.
Islam juga memberikan tuntunan hidup dan aturan bermasyarakat yang akan menjaga
agar setiap orang memahami tujuan hidup yang sahih serta tolok kebahagiaan yang
hakiki sehingga demand (permintaan) pada bisnis pornografi/pornoaksi pun akan
merosot tajam. Bagaimanapun, setiap bisnis hanya akan berputar kalau ada supply
(penawaran) dan demand (permintaan). Karena itu, keduanya harus dihancurkan. Pemerintah
Islam akan mendidik rakyatnya untuk berpola sikap dan perilaku islami. Media
massa akan diarahkan agar tidak lagi memprovokasi umat dengan
stimulasi-stimulasi yang merangsang kebutuhan pornografi/pornoaksi. Demikian
juga keberadaan berbagai sarana hiburan yang selama ini menjadi ajang pertemuan
pelaku kemaksiatan akan dibersihkan, tanpa harus merusak fisiknya[11].
Definisi
zina dalam Islam adalah jelas, yakni setiap hubungan seksual yang dikehendaki
dari pihak-pihak yang tidak diikat pernikahan. Ini jelas berbeda dengan
definisi KUHP yang hanya membatasi perzinaan sebatas pada orang-orang yang
berstatus kawin dan pasangannya keberatan atas selingkuhnya. Walhasil,
memberantas pornografi/pornoaksi tak bisa sepotong-sepotong, namun harus
komprehensif. Ini tak bisa tidak harus dimulai dari dasar fundamentalnya, yakni
dengan melibas sistem hukum sekular dan menggantinya dengan sistem hukum Islam.
Bukankah Allah Swt. telah berfirman: Apakah hukum Jahiliah yang kalian
kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya selain Allah bagi orang-orang yang
yakin? (QS al-Maidah [5]: 50). (from:www.bloggaul.com) adalah semakin
menjauhkan kaum muslim dari ideologi Islam. Dan pada akhirnya akan menghancurkan
ideologi Islam itu sendiri.[12]
Islam Menjawab
dengan Kâffah
Berlarut-larutnya
pembahasan pornografi dan pornoaksi saat ini adalah akibat ketidak jelasan standar
pijakan untuk menilai pornonografi dan pornoaksi. Standar porno diserahkan
kepada akaldan hawa nafsu manusia. Akibatnya, kesimpulan yang dihasilkan
berbeda-beda. Bergantung dengankebiasaan, pengalaman, selera, budaya, dan
pikiran masing-masing.Jika sejak awal pornografi dikembalikan kepada Islam,
persoalan pornografi tidak akan berlarut-larut seperti saat ini. Sebab, Islam
memiliki konsep jelas mengenai definisi pornografi dan bagaimana cara
mencegahnya dalam kehidupan bermasyarakat dengan basis teologis yang jelas
pula.Islam mengajarkan bahwa kehidupan dunia tak pernah terlepas dari kehidupan
di akhiratkelak. Sebab kelak manusia akan diminta pertanggungan jawab dari
semua perbuatannya di dunia.Karena itu, perbuatan manusia di dunia pun memiliki
aturan tertentu. Bukan aturan hidup yangdibuat oleh manusia sendiri, tapi
aturan yang berasal dari Allah swt sebagai pencipta manusia,sehingga aturan itu
pasti bisa dijamin kebenarannya dan kemampuannya dalam menyelesaikansegala problema
kehidupan manusia.Sebagai ajaran yang diturunkan oleh Sang Pencipta Yang
Mahabijaksana , Islam memberikan syariat yang sangat lengkap[13].
Wanita
dipandang sebagai sosok yang diberikehormatan dan tugas yang mulia, yakni
sebagai "madrasah/sekolah" pertama bagi generasi baru dan mitra bagi
suaminya; bukan sebagai komoditas ataupun lawan bagi para lelaki.Hasrat seksual
ataupun pamer aurat dipenuhi di dalam
pernikahan,
yakni antara suami-istri. Kaum wanita tidak perlu menjual dirinya karena alasan
ekonomi, karenasistem nafkah dalamIslam membentuk jaringan yang rapi, sehingga
tidak perlu seorang wanita menjadi terlunta-lunta. Setiap wanita akan dinafkahi
oleh ayahnya, suaminya, saudara laki-lakinya, pamannya, atau bahkan anak
laki-lakinya. Jika tidak ada kerabatnya ini yang mau menafkahi, negara wajib
campur tangan, dan ini tidak dianggap sebagai intervensi negara ke ruang
privat. Jika dia tidak memiliki kerabat, atau ada tetapi juga tidak mampu,
negara membantunya secara langsung dengan menunjuk hakim yang adil untuk
menjadi wali bagi wanita itu. Tentu saja negara juga menyelenggarakan sistem
pendidikan dengan kurikulum yang islami. Bahan ajar yang mendewakan kebebasan
berekspresi atau berperilaku, atau teori Freud, tentu saja harus dibongkar
kepalsuannya, dan digantikan dengan ajaran-ajaran Islam yangmenyejukkan kalbu,
memuaskan akal, dan menenangkan jiwa. Negara juga menegakkan syariat tentang
aurat dalam Islam. Islam telah memberikan definisi yang jelas tentang
pornografi dan pornoaksi.
Pornografi
adalah segala jenis produk grafis(tulisan, gambar, film) –baik dalm bentuk
majalah, tabloid, VCD, film-film atau acara-acara di TV, situs-situs porno di
internet, ataupun bacaan-bacaan porno lainnya - yang mengumbar aurat (baik
aurat laki-laki maupun perempuan) yang dipertontonkan dan dijual ke
tengah-tengah masyarakat (ke public) atau kepada orang yang tidak berhak[14]. Adapun
porno aksi adalah perbuatan memamerkan aurat yang digelar dan ditonton secara langsung
dari mulai aksi yang biasa-biasa saja seperti aksi para artis di
panggung-panggung hiburanumum hingga yang luar biasa dan atraktif seperti
tarian telanjang atau setengah telanjang di tempat-tempat hiburan khusus
(diskotek, klub malam, dan sebagainya)[15] Pornografi
dan pornoaksi ini hukumnya haram dalam Islam, karena mempertontonkan auratdi
muka umum (selain kepada yang berhak, dengan alasan yang dibenarkan syariat)
adalah haram.Tentu saja, dalam konteks ini yang dimaksud adalah aurat menurut
syariat Islam.Allah SWT berfirman: “
Katakanlah kepada wanita
yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, memelihara
kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang
(biasa) nampak dari mereka. Hendaklah mereka menutupkankerudung ke dada mereka
dan janganlah menampakkan perhiasan mereka; kecuali kepada suamimereka, ayah
mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka,
saudara-saudara mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara
perempuanmereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki,
atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai hasrat (terhadap wanita),
atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita." (QS an-Nur [24]: 31).
Penutup
Islam
telah menetapkan batas-batas aurat, baik laki-laki maupun perempuan, yang tidak
boleh dibuka di sembarang tempat dan sembarang orang. Dalam Islam, batas aurat
wanita bagi laki-laki asing adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak
tangannya. Suatu saat Asma’ binti Abu Bakar masuk ke dalam ruangan Rasulullah
saw. Dia mengenakan pakaian tipis. Rasulullah saw pun berpaling, kemudian
bersabda: “ Wahai Asma’, sesungguhnya wanita
apabila telah sampai pada usia baligh, tidak diperkenankanterlihat darinya kecuali
ini dan ini, seraya menunjuk wajah dan telapak tangannya (HR AbuDawud). Itulah
batas aurat yang harus ditutup ketika wanita keluar rumah. Lebih dari itu,
merekadiperintahkan mengenakan pakaian khusus yang ditentukan oleh Allah Swt.
Pakaian tersebut adalahal-khimâr (kerudung) yang harus menutupi seluruh kepala
(kecuali wajah) hingga dada (QS al-Nur:31) danal-jilbâb(QS al-Ahzab: 59).
Jilbab adalah baju kurung atau terusan yang longgar, dan menutupi seluruh
bagian tubuh hingga kaki. Allah SWT berfirman: “ Hai Nabi, katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang Mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruhtubuh mereka." (QS al-Ahzab
[33]: 59). Demikian juga dengan laki-laki. Meski batas auratnya tidak seperti perempuan,
laki-laki pun memiliki batas aurat yang tidak boleh diperlihatkan di depan
umum. Batas auratnya adalah antara pusar dan lutut. Dari Muhammad bin Jahsy,
suatu saat Rasulullah saw melewati Ma’mar yang kedua pahanya tersingkap, beliau
bersabda kepadanya: “ Wahai Ma’mar, tutuplah kedua pahamu, karena sesungguhnya
kedua paha itu aurat (HR Ahmad). Dalam berpakaian dan berperilaku, diharamkan
pula tabarruj (berhias berlebihan di ruang publik), yang memungkinkan munculnya
hajat seksual lawan jenisnya. Islam juga melarang wanita berduaan dengan
laki-laki yang bukan mahramnya (khalwat). Di sisi lain, negara justru harus
mengupayakan agar wanita-wanita yang diperlukankeahliannya dan akan
bekerjatetap dapat melakukan aktivitasnya sekalipun berjilbab. Tidak seperti
sekarang, wanita yang berusaha menutup auratnya malah dipersulit, sekalipun
mereka profesional.Mereka yang harus mengajar ilmu di depan majelis yang juga
dihadiri laki-laki juga tetapdiberi hak untuk itu, karenasuara bukanlah
aurat.Kalau satu pihak (wanita) diperintahkan menutup aurat, maka pihak yang
lain (laki-laki)diperintahkanmenundukkan pandangan. Demikian Allah SWT
berfirman: Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka
menahan pandangannyadan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka." (QS an-Nur[24]:
30). Laki-laki yang "ingin segera melihat aurat wanita" dibantu
dengan jalan dipermudah menikah. Syariat mendorong masyarakat dan negara untuk
menjadi fasilitator bagi mereka yang ingin menikah, bahkan sebagian harta
Baitul Mal bisa dipakai untuk mensponsori pernikahan ini, sebagaimana yang
dilakukan Khalifah Umar bin Abdul Azis. Allah SWT berfirman: Kawinkanlah
orang-orang yang sendirian di antara kalian dan orang-orang yang patut (kawin)
dari hamba-hamba sahaya kalian yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi
mereka kecukupan dengan karunia-Nya. (QS an-Nur [24]: 32). Untuk mencegah
masuknya pornografi dari luar negeri, negara menerapkan syariat hubungan luar
negeri yang berbasis pada dakwah dan jihad. Perdagangan luar negeri dipandang
dalam kerangka yang akan menguatkan Khilafah Islam dan kaum Muslim. Segala komoditas
yang berpotensi melemahkan—termasuk melemahkan akidah dan kepribadian
kaumMuslim—harus dicegah. Agar semua hukum itu berjalan, negara menerapkan sanksi
tegas kepada siapa pun bagi pelanggarnya. Dalam syariah, sanksi itu tercakup
dalam hukum ta’zir, yang jenis sanksinya diserahkan kepada qadhi (hakim). Yang
terpenting, sanksi hukum itu dapat memberikan efek jera kepada pelanggarnya dan
mencegah bagi yang belum melaksanakan. Itulah ketetapan Islam. Jelas dan baku
sepanjang zaman. Dalam Daulah Islam, ketetapan itu tidak hanya diberlakukan
terhadap rakyat yang muslim, tetapi juga non muslim yang menjadi kafir dzimmi.
Dengan aturan yang jelas itu, masyarakat akan bersih dari pornografi dan
pornoaksi. Walhasil, hanya dengan Islam masyarakat yang tenteram, adil, dan
sejahtera akan terwujud. Oleh4 karena
itu, untuk menyelesaikan masalah pornografi ini, mengapa tidak ‘melirik’ pada
Islam? Agenda bersama yang ironis, aparat di negeri ini seringkali lebih senang
bersikap reaktif menunggu masyarakat marah dan kemudian merusak sarana-sarana
maksiat (termasuk arena pornoaksi atau lapak-lapak penjualan pornografi).
Padahal, seharusnya aparatlah yang proaktif melakukan pencegahan. Bukankah
mereka yang mempunyai kekuatan? Rasulullah saw. bersabda: Siapa saja yang
melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangan (kekuasaan)-nya; jika
tidak mampu, dengan lisannya; jika tidak mampu, dengan kalbunya. Namun,itulah
selemah-lemah iman. (HR Muslim). Karena itu, kita menyerukan kepada seluruh aparat
negeriini, agar kekuasaan yang diamanahkan kepada mereka digunakan untuk
mencegah kemungkaran ini terus berlanjut.Merekatidak boleh ada dalam posisi
hanya sekadar bicara atau membuat wacana.Sementara itu,tugas para ulama adalah
senantiasa mengingatkan, agar para penguasa tidak lalai dalam menjalankan
amanah di atas. Mereka berkewajiban untuk mencerdaskan umatnya, agar umat juga
berani mengingatkan pemimpinnya, dan secara pribadi juga tidak justru menikmati
keberadaan pornografi itu. Walhasil,tugas kita bersama untuk mencegah
pornografi. Bukan sekedar terjebak pada aksi mendukung atau menolak UU
Pornografi- saja, karena hakekatnya –sebagaimana keyakinan kita sebagai seorang
muslim- UU Pornografi tersebut tidak akan bisa menjadi solusi kecuali bila disandarkan
pada tuntunan syariah-Nya. Dan tugas kita bersamalah untuk membangun satu
barisan perjuangan yang rapi dan kokoh demi tegaknya syariat Islam dan institusi
yang akan menjadi pelindung dan penjaga umat ini, termasuk masa depan kita dan
anak-cucu kita.
Daftar
Pustaka
Bracher, Mark. Jacques
Lacan, Diskursus, dan Perubahan Sosial: Pengantar Kritik-Budaya Psikoanalisis.
Bandung: Jalasutra, 2005
Hidayati, Rahmi. Struktur
Kepribadian Dalam Perspektif
Psikoanalisa (Studi Kasus
Pada Lesbian). Skripsi
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Tidak Diterbitkan.
2007
Puspitosari,
Hesti & Pujileksono, Sugeng. Waria dan Tekanan Sosial. Malang : UMM
Press, 2005
Sa’adah,
Urin Laila. Pembentukan Identitas
Seksual Kaum Gay. Skripsi
Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri (UIN) Malang.
Tidak Diterbitkan. 2008
www.media muslim.info
http://forget-hiro.blogspot.com
[1]. (http://nahimunkar.com/11067 /
[2]. (http://nahimunkar.com/11067
[3].
Ibid
[4]. Bracher, Mark.
Jacques Lacan, Diskursus, dan
Perubahan Sosial: Pengantar
Kritik-Budaya Psikoanalisis. Bandung: Jalasutra, 2005
[5].
Hidayati, Rahmi. Struktur
Kepribadian Dalam Perspektif
Psikoanalisa (Studi Kasus
Pada Lesbian). Skripsi Fakultas
Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Tidak Diterbitkan. 2007
[6]. http://dunianyajulia.blogspot.com
[7]. http://nahimunkar.com/11067
[8]. www.media
muslim.info.
[10].
ibid
[11].
Sa’adah, Urin Laila. Pembentukan Identitas
Seksual Kaum Gay. Skripsi
Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri (UIN) Malang.
Tidak Diterbitkan. 2008
[12].
Puspitosari, Hesti & Pujileksono,
Sugeng. Waria dan Tekanan Sosial. Malang : UMM Press, 2005
[13].
Sa’adah, Urin Laila. Pembentukan Identitas
Seksual Kaum Gay. Skripsi
Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri (UIN) Malang.
Tidak Diterbitkan. 2008
[14]. www.media muslim.info.
[15]. www.alislamu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar